Kamis, 12 September 2013

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


BAB I


PENDAHULUAN


 

Pancasila bagi bangsa Indonesia memiliki kedudukan yang amat penting. Pancasila merupakan pandangan hidup dan sebagai sistem filsafat yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah, meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam tiga buah UUD yang pernah kita miliki. Pancasila selalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional, Pancasila selalu menjadi pegangan bersama pada saat-saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa kita, yang merupakan bukti sejarah bahwa pancasila memang selalu dikehendaki oleh bangsa Indonesia sebagai dasar negara dan sebagai sistem filsafat. Dasar negara ini jelas dikehendaki oleh seluruh rakyat Indonesia, karena ia sebenarnya telah tertanam dalam kalbunya rakyat Indonesia, oleh karena itu ia juga merupakan dasar negara yang mampu mempersatukan rakyat Indonesia.

Pancasila sebagai sistem filsafat atau sebagai dasar negara kita merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di negara kita. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa indonesia dapat mempersatukan kita, serta memberi petunjuk dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan bathin dalam masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya.

BAB II


PEMBAHASAN


 




  1. A.  PENGERTIAN TENTANG FILSAFAT



  • Ø Pengertian menurut segi istilahnya


Perkataan filsafat adalah bentuk kata arab falsafah yang berasal dari perkataan Yunani  philosophia. Philos berarti suka atau cinta dan sophia berarti kebijaksanaan. Jadi philosophia berarti suka pada kebijaksanaan. Maksudnya ialah setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana.

  • Ø Pengertian menurut segi praktisnya


Filsafat berarti alam berfikir atau alam fikiran. Berfilsafat berarti berfikir. Namun, tidak semua berfikir itu berarti berfilsafat. Berfilsafat berarti berfikir secara mendalam dan dengan sungguh-sungguh. Tidak setiap manusia yang berfikir itu secara otomatis seorang filosof. Seorang filosof memikirkan dengan sungguh-sungguh dan mendalam tentang hakikat segala sesuatu. Plato (275-348 SM) mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli. Descartes (1590-1650) mendefinisikan filsafat sebagai kumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan. Aristoteles (382-322 SM) mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, etika, ekonomi, politik dan estetika.

  • Ø Perbedaan filsafat dengan Ilmu lain


Ilmu-ilmu selain filsafat, membatasi pemeriksaannya pada satu bagian saja dari alam ini. Masing-masing ilmu tidak mencakup persoalan yang dibahas oleh ilmu lainnya. Sebaliknya ilmu filsafat menyelidiki seluruh kenyataan yang dibahas oleh ilmu-ilmu lain itu dan menyelidiki bagaimana hubungannya dengan kenyataan itu satu sama lain. Ilmu filsafat memandang alam ini sebagai suatu kesatuan yang belum dipecah-pecah. Adapun ilmu-ilmu lain membahas sebab dan akibat dari kejadian sesuatu, sedangkan filsafat menyelidiki hakikatnya.

  1. B.  PENDAPAT PARA AHLI TENTANG PANCASILA


1)   Pendapat Notonagoro

Notonagoro di dalam Lokakarya Pengamalan Pancasila yang diadakan di Yogyakarta sekitar tahun 1976, pernah mengatakan bahwa pancasila adalah suatu sistem filsafat. Hal ini dapat dianalisis dari apa yang dinyatakan dalam kalimat keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi : “Disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Kata-kata “dengan berdasar kepada” tersebut, menentukan kedudukan pancasila dalam Negara republik Indonesia sebagai dasar Negara, dalam pengertian dasar filsafat. Dari pembicaraan oleh Badan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia menjelang proklamasi kemerdekaan dapat disimpulkan bahwa dasar itu dimaksudkan sebagai dasar filsafat.

Sifat kefilsafatan dari dasar negara ini terwujudkan dalam rumus abstrak dari kelima sila daripada Pancasila yang kata-kata intinya ialah Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan (kesatuan dalam dinamikanya), Kerakyatan dan Keadilan.

2)   Pendapat Moh. Yamin

Dalam buku Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Moh. Yamin menyebutkan :”Ajaran Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam suatu sistem filsafat.”

 

  1. C.  PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT


1)   Pancasila merupakan sebuah sistem

Pancasila merupakan kesatuan yang bersifat organik. Yaitu terdiri atas bagian yang tidak terpisahkan, yang dalam hal kesatuannya itu masing-masing bagian mempunyai kedudukan tersendiri, fungsi sendiri, yang meskipun berbeda tetapi tidak saling bertentangan, namun saling melengkapi. Maka tidak boleh satu silapun ditiadakan.

Susunan pancasila adalah hirarkis dan membentuk piramida. Piramida dipergunakan untuk menggambarkan hubungan hirarkis dari sila-sila pancasila dalam urutan luas (kuantitas) dan dalam hal isinya (kualitas) dan dalam saat terjadinya. Sila yang di belakang sila lain lebih sempit di dalam luasnya tetapi lebih banyak isinya dan sifatnya merupakan pengkhususan daripada sila-sila yang dimukanya dan terjadinya sesudah sila-sila yang dimukanya itu. Bila dijelaskan satu persatu, maka akan seperti ini:

Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa adalah meliputi serta menjiwai sila kedua, ketiga, keempat, dan kelima.

Sila kedua: Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab adalah diliputi dan dijiwai sila pertama, serta meliputi dan menjiwai sila ke tiga, keempat dan kelima.

Sila ketiga: Persatuan Indonesia adalah diliputi dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta menjiwai dan meliputi sila keempat dan kelima.

Sila keempat: Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan / Perwakilan adalah dijiwai dan diliputi oleh sila kesatu, kedua, ketiga, serta meliputi dan menjiwai sila kelima.

Sila kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah diliputi dan dijiwai oleh sila pertama, kedua, ketiga, dan keempat.

Berdasarkan pembahasan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa pancasila merupakan sebuah sistem. Sistem adalah suatu kesatuan bagian bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Definisi ini tepat sekali dicirikan pada pancasila. Sebab, pancasila merupakan kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian, dimana bagian-bagian tersebut meskipun memiliki fungsi dan kedudukan berbeda namun tidak bisa dipisahkan satu sama lain.

2)   Filsafat pancasila

Kalau dikatakan bahwa Pancasila adalah filsafat, maka dapatlah kita nyatakan bahwa filsafat Pancasila adalah suatu filsafat di mana obyeknya itu adalah Pancasila. Pancasila sebagai konsep filsafati merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia.

Filsafat Pancasila juga merupakan refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertian secara mendasar dan menyeluruh. Filsafat pancasila dapat dianalisis berdasarkan aspek ontologi, epistemologis, aksiologi.

  1. Aspek Ontologis


Ontologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki makna yang ada (eksistensi dan keberadaan), sumber ada, jenis ada, dan hakikat ada, termasuk ada alam, manusia, metafisika dan kesemestaan atau kosmologi. Dasar ontologi Pancasila adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karenanya disebut juga sebagai dasar antropologis. Subyek pendukungnya adalah manusia, yakni : yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan yang berkeadilan pada hakikatnya adalah manusia. Hal yang sama juga berlaku dalam konteks negara Indonesia, Pancasila adalah filsafat negara dan pendukung pokok Negara adalah rakyat (manusia).

  1. Aspek Epistemologi


Epistemologi adalah bidang/cabang yang menyelidiki makna dan nilai ilmu pengetahuan, sumbernya, syarat-syarat dan proses terjadinya ilmu, termasuk semantik, logika, matematika dan teori ilmu. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya adalah suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila menjadi pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia Indonesia untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian seperti itu telah menjadi suatu sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan (belief system).

  1.  Aspek Aksiologi


Aksiologi adalah cabang fisafat yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis nilai, tingkatan nilai dan hakikat nilai, termasuk estetika, etika, ketuhanan dan agama. Pancasila pada hakikatnya adalah sistem nilai (value system) yang merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa Indonesia sepanjang sejarah, yang berakar dari unsur-unsur kebudayaan luar yang sesuai sehingga secara keseluruhannya terpadu menjadi kebudayaan bangsa Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari proses terjadinya Pancasila yaitu melalui suatu proses yang disebut kausa materialisme karena nilai-nilai dalam Pancasila sudah ada dan hidup sejak jaman dulu yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan yang diyakini kebenarannya itu menimbulkan tekad bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan dalam sikap dan tingkah laku serta perbuatannya. Di sisi lain, pandangan itu menjadi motor penggerak bagi tindakan dan perbuatan dalam mencapai tujuannya.

  1. ESENSI DARI SILA-SILA DALAM PANCASILA

  2. Sila “Ketuhanan yang Maha Esa”


Pancasila mengajarkan agar setiap manusia Indonesia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan mereka masing-masing. Pancasila tidak akan mengajarkan untuk mencampuri urusan agama dan kepercayaan masing-masing dengan Tuhan, karena hal itu telah diatur oleh agama dan kepercayaan tersebut.

  1. Sila “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab”


Untuk memahami esensi dari sila ini, kita harus memahami hakikat manusia itu sendiri. Menurut susunan kodratnya manusia itu merupakan kesatuan jiwa dan raga. Jiwa terdiri atas akal, rasa, kehendak. Sedangkan tubuh atau raga terdiri atas unsur-unsur benda mati, tumbuh-tumbuhan dan binatang. Adapun akal itu akan mencapai kebenaran. Rasa akan mencapai keindahan kejiwaan. Kehendak akan mencapai kebaikan. Jiwa dan raga itu merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan merupakan satu kesatuan. Menurut sifat kodratnya, maka manusia itu merupakan kesatuan individu dan makhluk sosial. Menurut kedudukan kodratnya, manusia itu merupakan kesatuan individu yang berdiri sendiri dan sebagian makhluk Tuhan.

  1. Sila “Persatuan Indonesia”


Kata satu merupakan sesuatu yang bulat, tidak dapat dipecah-pecah, karena itu ia adalah suatu individu. Persatuan Indonesia pada hakikatnya berarti bahwa bangsa Indonesia yang berjumlah jutaan jiwa dan mempunyai adat-istiadat, agama, dan kebudayaan yang berbeda-beda itu merupakan satu kesatuan. Bangsa Indonesia yang mempunyai kepribadian sendiri, mempunyai cirri khasnya sendiri itu dapat dibedakan dengan bangsa lain. Bangsa Indonesia mempunyai satu bahasa, satu tanah air dan merupakan satu bangsa..

  1. Sila “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan / Perwakilan”


Rakyat adalah manusia-manusia yang bertempat tinggal di suatu Negara dan yang menjadi pendukung Negara. Adapun istilah hakikat rakyat menunjukkan keseluruhan, jadi bukan bagian-bagian. Keseluruhan itu terdiri atas bagian-bagian, meskipun yang pokok itu adalah keseluruhan sebagai kesatuan. Namun karena bagian-bagianlah yang menyusun dan yang merupakan unsur keseluruhan itu, maka antara keseluruhan dan bagian ada hubungan yang erat. Sehingga harus ada kerja sama dan gotong royong. Hal ini semua harus dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan. Mereka harus mengadakan musyawarah bersama, sehingga akan tercapai sifat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Dua sifat inilah yang menjadi pengejwantahan dari hakikat rakyat Indonesia.

  1. Sila “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”


Adil disini dapat di artikan menempatkan sesuatu pada tempatnya, atau memberikan kepada diri sendiri dan orang lain apa yang menjadi haknya. Adil berarti menyangkut dua hal yaitu hak dan kewajiban.Berbuat adil kepada diri sendiri berarti berbuat yang serasi antara hak dan kewajiban. Berbuat adil dalam masyarakat berarti berbuat keadilan antar sesama warganya. Berbuat adil dalam Negara berarti harus melakukan sifat adil terhadap sesama warga negaranya.

BAB III


PENUTUP


Pancasila merupakan kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian, dimana bagian-bagian tersebut meskipun memiliki fungsi dan kedudukan berbeda namun tidak bisa dipisahkan satu sama lain.

Filsafat Pancasila adalah suatu filsafat di mana obyeknya itu adalah Pancasila. Filsafat Pancasila merupakan refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertian secara mendasar dan menyeluruh. Filsafat pancasila dapat dianalisis berdasarkan aspek ontologi, epistemologis, aksiologi.

Dasar ontologi Pancasila adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karenanya disebut juga sebagai dasar antropologis. Subyek pendukungnya adalah manusia, yakni : yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan yang berkeadilan pada hakikatnya adalah manusia.

Secara epistemologis, pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya adalah suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila menjadi pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia Indonesia untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan.

Secara aksiologis, pancasila pada hakikatnya adalah sistem nilai (value system) yang merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa Indonesia sepanjang sejarah, yang berakar dari unsur-unsur kebudayaan luar yang sesuai sehingga secara keseluruhannya terpadu menjadi kebudayaan bangsa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA


Soemasdi, Dra. Hartati. 1992. Pemikiran Tentang Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Andi Offset.

Lihat: http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/04/pancasila-sebagai-sistem-filsafat/  diakses pada sabtu, 26 Maret 2011 pukul 10.15

 

 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar