Kamis, 12 September 2013

TEORI GARDNER DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

TEORI GARDNER


DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA



BAB I


PENDAHULUAN


1.1     Latar Belakang

Kecerdasan memiliki peranan yang begitu penting dalam dunia pendidikan. Akan tetapi,  seringkali kecerdasan ini dipahami secara parsial oleh sebagian kaum pendidik. Sebagian besar pola pendidikan yang berkembang saat ini lebih mengutamakan kemampuan logika dan bahasa. Seorang individu dipandang cerdas apabila mampu menyelesaikan soal matematika yang sulit.

Padahal sesungguhnya setiap individu dilahirkan cerdas dengan membawa potensi dan keunikan masing-masing yang memungkinkan mereka untuk menjadi cerdas. Sebagai contoh, masalah fisika-teoritis Einstein, Max Planck, Stephen Hawking, dan Newton adalah para jenius. Tetapi dalam hal olahraga maka Zidane, Jordan, Maradona adalah jenius-jenius di lapangan. Juga Mozart, Sebastian Bach adalah jenius-jenius di musik. Disinilah Howard Gardner mengeluarkan teori baru dalam buku Frame of Mind, tentang Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk), dimana dia mengatakan bahwa era baru sudah merubah dari Test IQ yang melulu hanya test tulis (dimana didominasi oleh kemampuan Matematika dan Bahasa), menjadi Multiple Intelligences.[1]

Teori Multiple Intelligences ini dipandang sangat cocok diterapkan pada pembelajaran. Sebab bila diterapkan, akan mampu memaksimalkan pola belajar masing-masing siswa dengan cara yang mereka sukai. Sebagaimana yang kita tahu bahwa setiap peserta didik pasti memiliki minat dan kemampuan di bidang tertentu. Dan yang menadi tugas dari pendidik, adalah mengidentifikasi minat tiap siswa tersebut lalu mencari cara agar siswa tersebut memiliki motivasi belajar dengan sendirinya, tanpa harus ada pemaksaan. Dengan demikian, maka sangat perlu bagi para calon pendidik untuk memahami jenis-jenis kecerdasan majemuk serta bagaimana menerapkannya dalam pembelajaran, khususnya matematika.

1.2     Rumusan masalah

  1. Apa maksud dari Teori Gardner?

  2. Bagaimana penerapan Teori Gardner dalam pembelajaran matematika?


 

1.3     Tujuan Pembahasan

  1. Mengidentifikasi Teori Gardner

  2. Memecahkan masalah pembelajaran matematika dengan prinsip Teori Gardner.


 

BAB II


PEMBAHASAN


2.1     Biografi Howard Gardner

Howard Gardner lahir 11 Juni 1943. Ia adalah seorang psikolog perkembangan dan professor pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard University Amerika Serikat. Ia masuk Harvard pada tahun 1961, dengan keinginan awal, masuk Jurusan Sejarah, tetapi di bawah pengaruh Erik Erikson, ia berubah mempelajari Hubungan-sosial (gabungan psikologi, sosiologi, dan antropologi), dengan kosentrasi di psikologi klinis. Lalu ia terpengaruh oleh psikolog Jerome Bruner dan  Jean Piaget.  Setelah Ph.D di Harvard pada tahun 1971 dengan disertasi masalah “Sensitivitas Pada Anak-Anak”, Gardner terus bekerja di Harvard, di Proyek Zero. Didirikan pada tahun 1967, Proyek Zero dikhususkan kepada kajian sistematis pemikiran artistik dan kreativitas dalam seni, serta humanistik dan disiplin ilmu, baik di tingkat individu dan kelembagaan. Howard Gardner adalah penemu teori Kecerdasan Majemuk yang dituangkan dalam bukunya Frames of Mind pada tahun 1983.

2.2     Pemikiran Gardner tentang Kecerdasan

Kecerdasan menurut Gardner adalah kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi nyata. (Gardner, 1983).

Inteligensi bukanlah kemampuan seseorang untuk menjawab soal-soal tes IQ dalam ruang tertutup yang terlepas dari lingkungannya. Akan tetapi, inteligensi memuat kemampuan seseorang untuk memecahkan persoalan yang nyata dan dalam situasi yang bermacam-macam. Kecerdasan bergantung pada konteks, tugas serta tuntutan yang diajukan oleh kehidupan kita, dan bukan tergantung pada nilai IQ, gelar perguruan tinggi atau reputasi bergengsi.

Seseorang dikatakan memiliki inteligensi yang tinggi apabila ia dapat menyelesaikan persoalan hidup yang nyata, bukan hanya dalam teori. Semakin seseorang terampil dan mampu menyelesaikan persoalan kehidupan yang situasinya bermacam-macam dan kompleks, semakin tinggi inteligensinya.

Menurut Gardner, setiap orang berbeda karena memiliki kombinasi kecedasan yang berlainan. Lebih lanjut Gardner mengatakan bahwa kita cenderung hanya menghargai orang-orang yang memang ahli di dalam kemampuan logis-matematis dan bahasa. Apresiasi sekolah diberikan kepada mereka yang memiliki kombinasi kemampuan itu dengan memberi label: murid pandai, bintang pelajar, juara kelas dan ranking satu pada setiap pembagian buku rapor. Sementara untuk orang-orang yang memiliki talenta di dalam kecerdasan yang lainnya seperti artis, arsitek, musikus, ahli alam, designer, penari, terapis, entrepreneurs, dan lain-lain kurang mendapat penghargaan.

Inteligensi merupakan representasi mental, bukan karakteristik yang baik untuk menentukan orang macam apa mereka. Gardner menekankan dalam jenis inteligensinya, bahwa inteligensi hanya merupakan konstrak ilmiah yang secara potensial berguna. Gardner mengklasifikasikan jenis-jenis kecerdasan majemuk pada manusia yang disebut Multiple Intelligences sebagai berikut :

  1. Intelegensi Linguistik

  2. Intelegensi matematis-Logis

  3. Intelegensi Ruang-Spasial

  4. Intelegensi Kinestetik-badani

  5. Intelegensi Musik

  6. Intelegensi Interpersonal

  7. Intelegensi Intrapersonal

  8. Intelegensi lingkungan/Naturalis (Perkembangan selanjutnya dari 7)

  9. Intelegensi eksistensial (Perkembangan lebih lanjut dari 8)


 

 

Awal dalam bukunya, hanya 7 kecerdasan (Linguistik, Logis-Matematis, Musik, Spatial-Visual, Kenestetik, Intrerpersonal dan intrapersonal), akan tetapi dalam perkembangannya, kecerdasan ini bertambah menjadi 9 (tambahan 2 yaitu: Naturalis dan terbaru Eksistensialis).

Kecerdasan ini bisa berkembang terus, sebab tergantung syarat yang bisa dipenuhinya. Gardner (dalam Frame of Mind: The Theory of multiple Intelligences; 1985) menyatakan, “kecerdasan kandidat” dalam modelnya “lebih menyerupai pertimbangan artistic ketimbang penaksiran ilmiah” (hal 63). Dengan demikian, kecerdasan tambahan sebanyak apapun bisa dimasukkan kedalam model Gardner, karena menurutnya: “Tidak ada, dan tidak akan pernah ada, daftar kecerdasan manusia yang tidak terbantahkan dan diterima secara universal, kita bisa lebih mendekati tujuan itu jika kita berpegang hanya pada satu tingkat analisis (misalnya neurofisiologis)….” (hal 60). (Barbara K. Given, “Brain-Based Teaching”, hal 75).

Gardner menetapkan syarat khusus yang harus dipenuhi oleh setiap kecerdasan agar dapat dimasukkan dalam teorinya, empat diantaranya adalah:

  1. Setiap kecerdasan dapat dilambangkan, misal matematika jelas ada lambang, musik ada lambang yang berupa not, kinestetik berupa irama gerak, lambaian tangan, dll.

  2. Setiap kecerdasan mempunyai riwayat perkembangan, artinya tidak seperti IQ yang meyakini bahwa kecerdasan itu mutlak tetap dan sudah ditetapkan saat kelahiran atau tidak berubah, MI (Multiple Intelligences) percaya bahwa kecerdasan itu muncul pada titik tertentu dimasa kanak-kanak, mempunyai periode yang berpotensi untuk berkembang selama rentang hidup, dan berisikan pola unik yang secara berlahan atau cepat semakin merosot seiring dengan menuanya seseorang. Kecerdasan paling awal muncul adalah Musik lalu Logis-Matematis.

  3. Setiap kecerdasan rawan terhadap cacat akibat kerusakan atau cedera pada wilayah otak tertentu. Misal orang dengan kerusakan pada Lobus Frontal pada belahan otak kiri, tidak mampu berbicara atau menulis dengan mudah, namun tanpa kesulitan dapat menyanyi, melukis dan menari. Orang yang lobus Temporalnya kanan yang rusak, mungkin mengalami kesulitan dibidang music tetapi dengan mudah mampu bicara, membaca dan menulis. Pasien dengan kerusakan pada Lobus oksipital belahan otak kanan mengkin mengalami kesulitan dalam mengenali wajah, membayangkan atau mengamati detail visual. (Thomas Amstrong, 1999, hal 8). Kecerdasan linguistic ada pada belahan otak kiri, sementara music, spatial dan antarpribadi cenderung di belahan otak kanan. Kinestetik-jasmani menyangkut kortek motor, ganglia basal, dan serebellum (otak kecil). Lobus frontal mengambil peran penting pada kecerdasan intrapribadi (intrapersonal).

  4. Setiap kecerdasan mempunyai keadaan akhir berdasar nilai budaya. Artinya tidak harus matematis-logis yang penting atau spatial atau musik atau tergantung budaya masing-masing misal ada kemampuan naik kuda, melacak jejak dll dalam budaya tertentu itu sangat-sangat penting.


 

2.3     Jenis-Jenis Inteligensi menurut Howard Gardner

Ada 9 jenis inteligensi menurut Gardner. Menurut Gardner, dalam diri seseorang terdapat kesembilan kecerdasan tersebut, namun untuk orang-orang tertentu kadang suatu inteligensi lebih menonjol daripada yang lainnya. Kesembilan jenis inteligensi itu adalah sebagai berikut:

  1. 1.  Kecerdasan Bahasa / Linguistic Intelligence


Kecerdasan linguistik adalah kecerdasan dalam mengolah kata. Kemampuan yang menonjol antara lain mengerti  urutan dan arti kata-kata, menjelaskan, mengajar, bercerita, berdebat, humor, mengingat dan menghafal, analisis linguistic, menulis dan berbicara, main drama, berpuisi, berpidato, juga Mahir dalam perbendaharaan kata. Mereka menyukai mekanisme yang berkaitan dengan fonologi, sintaksis, semantik dan pragmatik. Mereka yang memiliki kecerdasan tersebut, mempunyai kecakapan tinggi dalam merespon dan belajar dengan suara dan makna dari bahasa yang digunakan. Orang yang cerdas dalam bidang ini dapat berargumentasi, meyakinkan orang, menghibur, atau mengajar dengan efektif lewat kata-kata yang diucapkannya. Mereka senang bermain-main de­ngan bunyi bahasa melalui teka-teki kata, permainan kata (pun), dan tongue twister. Kadang-kadang mereka pun mahir dalam hal-hal kecil, sebab mereka mampu mengingat berbagai fakta. Kecerdasan linguistik merupakan kecerdasan para jurnalis, juru cerita, penyair, dan pengacara. Mereka gemar sekali membaca, dapat menulis dengan jelas, dan dapat mengartikan bahasa tulisan secara luas Jenis kecerdasan inilah yang menghasilkan King Lear karya Shakespeare, Odyssey karya Homerus, dan lain-lain.

  1. 2.  Kecerdasan Logis-Matematis / Logic-Mathemathic Intelligence


Logis-matematis adalah kecerdasan dalam hal angka, penalaran dan logika. Kemampuan yang menonjol dalam bidang ini adalah logika, reasoning, pola sebab-akibat, klasifikasi dan kategorisasi, abstraksi, simbolisasi, pemikiran induktif dan deduktif, menghitung dan bermain angka, pemikiran ilmiah Problem solving, dan silogisme. Ini merupakan kecerdasan para ilmuwan, akuntan, dan pemrogram komputer. Ciri-ciri orang yang cerdas secara logis-mate-matis mencakup kemampuan dalam penalaran, mengurutkan, berpikir dalam pola sebab-akibat, menciptakan hipotesis, mencari keteraturan konseptual atau pola numerik, dan pandangan hidupnya umumnya bersifat rasional.

  1. 3.  Kecerdasan Spasial / Spatial Intelligence


Yaitu merupakan kecerdasan seseorang yang berdasar pada kemampuan menangkap informasi visual atau spasial, mentransformasi dan memodifikasinya, dan membentuk kembali gambaran visual tanpa stimulus fisik yang asli. Kecerdasan ini tidak tergantung sensasi visual. Kemampuan pokoknya adalah kemampuan untuk membentuk gambaran tiga dimensi dan untuk menggerakkan atau memutar gambaran tersebut. Individu yang dominan memiliki kecerdasan tersebut cenderung berpikir dalam pola-pola yang berbentuk gambar. Mereka sangat menyukai bentuk-bentuk peta, bagan, gambar, video ataupun film sebagai media yang efektif dalam berbagai kegiatan hidup sehari-hari. Orang dengan tingkat kecerdasan spasial yang tinggi hampir selalu mempunyai kepekaan yang tajam terhadap detail visual dan dapat menggambarkan sesuatu dengan begitu hidup, melukis atau membuat sketsa ide secara jelas, serta dengan mudah menyesuaikan orientasi dalam ruang tiga dimensi. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan para arsitek, fotografer, artis, pilot, dan insinyur mesin. Siapa pun yang merancang piramida di Mesir, pasti mempunyai kecerdasan ini. Demikian pula dengan tokoh-tokoh seperti Thomas Edison, Pablo Picasso, dan Ansel Adams.

  1. 4.  Kecerdasan Jasmani-Kinesthetic / Bodily-Kinestetic Intelligence


Kemampuan untuk mengendalikan gerakan tubuh dan memainkan benda-benda secara canggih, merupakan bentuk nyata dari kecerdasan tersebut. Orang dengan ke­cerdasan fisik menikmati kegiatan fisik, seperti berjalan kaki, menari, berlari, berkemah, berenang, atau berperahu.  Mereka adalah orang-orang yang cekatan, indra perabanya sangat peka, tidak bisa tinggal diam, dan berminat atas segala sesuatu. Individu tersebut akan cenderung mengekspresikan diri melalui gerak-gerakan tubuh, memiliki keseimbangan yang baik dan mampu melakukan berbagai maneuver fisik dengan cerdik. Melaui gerakan tubuh pula individu dapat berinteraksi dengan lingkungan sekelilingnya, mengingat dan memproses setiap informasi yang diterimanya. Kecerdasan ini dapat terlihat pada koreografer, penari, pemanjat tebing,  atlet,  pengrajin, montir, dan ahli bedah. De­mikian pula Charlie Chaplin, yang memanfaatkan kecerdasan ini untuk melakukan gerakan tap dance sebagai "Little Tramp".

  1. 5.  Kecerdasan Musikal / Musical Intelligence


Kecerdasan ini memungkinkan individu menciptakan, mengkomunikasikan dan memahami makna yang dihasilkan oleh suara. Ciri utama kecerdasan ini adalah kemampuan untuk menyerap, menghargai, dan menciptakan irama dan melodi. Komponen inti dalam pemrosesan informasi meliputi pitch, ritme dan timbre. Terlihat pada komposer, konduktor, teknisi audio, mereka yang kompeten pada musik instrumentalia dan akustik. Mozart, Bach, Beethoven, atau Brahms, dan juga pemain gamelan Bali atau penyanyi cerita epik Yugoslavia, semuanya mempunyai kecerdasan ini. Kecerdasan musikal juga dimiliki orang yang peka nada, dapat menyanyikan lagu dengan tepat, dapat mengikuti irama musik, dan yang mendengarkan berbagai karya musik dengan tingkat ketajaman tertentu.

  1. 6.  Kecerdasan Antarpribadi / Interpersonal Intelligence


Yaitu merupakan kecerdasan dalam berhubungan, memahami dan bekerja sama dengan orang lain. Kecerdasan tersebut menuntun individu untuk melihat berbagai fenomena dari sudut pandang orang lain, agar dapat memahami bagaimana mereka melihat dan merasakan. Sehingga terbentuk kemampuan yang bagus dalam mengorganisasikan orang, menjalin kerjasama dengan orang lain ataupun menjaga kesatuan suatu kelompok. Kemampuan tersebut ditunjang dengan bahasa verbal dan non-verbal untuk membuka saluran komunikasi dengan orang lain. Ke­cerdasan ini terutama menuntut kemampuan untuk mencerap dan tanggap terhadap suasana hati, perangai, niat, dan hasrat orang lain. Direk-tur sosial sebuah kapal pesiar harus mempunyai kecerdasan ini, sama halnya dengan pemimpin perusahaan besar. Seseorang yang mempunyai kecerdasan antarpribadi bisa mempunyai rasa belas kasihan dan tanggung jawab sosial yang besar seperti Mahatma Gandhi, atau bisa juga suka memanipulasi dan licik seperti Machiavelli. Namun, mereka semua mempunyai kemampuan untuk memahami orang lain dan melihat dunia dari sudut pandang orang yang bersangkutan. Oleh karena itu, mereka dapat menjadi networker, perunding, dan guru yang ulung.

  1. 7.  Kecerdasan Intrapribadi / Intrapersonal Intelligence


Yaitu kecer­dasan dalam diri sendiri. Orang yang kecerdasan intrapribadinya sangat baik dapat dengan mudah mengakses perasaannya sendiri, membedakan berbagai macam keadaan emosi, dan menggunakan pemahamannya sendiri untuk memperkaya dan membimbing hidupnya. Contoh orang yang mempunyai kecerdasan ini, yaitu konselor, ahli teologi, dan wirausahawan. Mereka sangat mawas diri dan suka bermeditasi, berkontemplasi, atau bentuk lain penelusuran jiwa yang mendalam. Sebaliknya, mereka juga sangat mandiri, sangat terfokus pada tujuan, dan sangat disiplin. Secara garis besar, mereka merupakan orang yang gemar bela-jar sendiri dan lebih suka bekerja sendiri daripada bekerja dengan orang lain. Mereka juga mampu mengklasifikasikan dengan tepat perasaan-perasaan mereka, misalnya membedakan sakit dan senang dan bertingkah laku tepat sesuai pembedaan tersebut. Kecerdasan ini memungkinkan individu untuk membangun model mental mereka yang akurat, dan menggambarkan beberapa model untuk membuat keputusan yang baik dalam hidup mereka.

  1. 8.  Kecerdasan Lingkungan / Naturalist Intelligence


Gardner menjelaskan inteligensi lingkungan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat membuat distingsi konsekuensial lain dalam alam natural; kemampuan untuk memahami dan menikmati alam; dan menggunakan kemampuan itu secara produktif dalam berburu, bertani, dan mengembangkan pengetahuan akan alam. Orang yang punya inteligensi lingkungan tinggi biasanya mampu hidup di luar rumah, dapat berkawan dan berhubungan baik dengan alam, mudah membuat identifikasi dan klasifikasi tanaman dan binatang. Orang ini mempunyai kemam­puan mengenal sifat dan tingkah laku binatang, biasanya mencintai lingkungan, dan tidak suka merusak lingkungan hidup. Salah satu contoh orang yang mungkin punya inteligensi lingkungan tinggi adalah Charles Darwin. Kemampuan Dar­win untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi serangga, burung, ikan, mamalia, membantunya mengembangkan teori evolusi.

Inteligensi lingkungan masih dalam penelitian lebih lanjut karena masih ada yang merasa bahwa inteligensi ini sudah termasuk dalam inteligensi matematis-logis. Namun, Gardner berpendapat bahwa inteligensi ini memang berbeda dengan inteligensi matematis-logis.

 

 

  1. Kecerdasan Eksistensial / Existential Intelligence


Ditemukan oleh Gardner pada tahun 1999. Intelegensi ini menyangkut kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan terdalam eksistensi atau keberadaan manusia. Orang tidak puas hanya menerima keadaannya, keberadaannya secara otomatis, tetapi mencoba menyadarinya dan mencari jawaban yang ter­dalam. Pertanyaan itu antara lain: mengapa aku ada, mengapa aku mati, apa makna dari hidup ini, bagaimana kita sampai ke tujuan hidup. Inteligensi ini tampaknya sangat berkembang pada banyak filsuf, terlebih filsuf eksistensialis yang selalu mempertanyakan dan mencoba menjawab persoalan eksistensi hidup manusia. Filsuf-filsuf seperti Sokrates, Plato, Al-Farabi, Ibn Sina, Al-Kindi, Ibn Rusyd, Thomas Aquinas, Descartes, Kant, Sartre, Nietzsche termasuk mempunyai inteligensi eksistensial tinggi.

2.4     Penerapan Teori Multiple Intelligences dalam Pembelajaran Matematika

Armstrong memberikan contoh penerapan pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences. Dalam bukunya, Amstrong menjelaskan bahwa banyak siswa yang merasa sulit untuk memahami konsep perkalian. Model pembelajaran untuk materi perkalian ini, kebanyakan guru menyuruh siswa untuk menghafal tabel perkalian yang sudah disiapkan dan melakukan tes berulang kali, sampai siswa benar-benar dapat menghafalkan tabel perkalian. Dengan pembelajaran model ini, maka bagi siswa yang memiliki kecerdasan linguistik tinggi biasanya dapat dengan mudah untuk menghafalnya, siswa yang kecerdasan logis-matematisnya tinggi akan mudah memahami konsep perkalian, namun sulit untuk mengingat fakta-fakta perkalian. Sedangkan, bagi siswa yang lemah di bidang kecerdasan linguistik dan logis-matematis, tetapi memiliki kecenderungan yang tinggi dalam kecerdasan yang lain, biasanya akan benar-benar hal ini menjadi masalah. Hal ini dapat dimaklumi, sebagian besar dalam faktanya pembelajaran di sekolah lebih banyak menghargai siswa yang memiliki kecenderungan kecerdasan linguistik dan matematis.

Oleh sebab itu, dalam pembelajaran matematika, khususnya perkalian, guru dapat menerapkan strategi pembelajaran yang diselenggarakan dengan menggunakan pendekatan multiple intelligences. Dengan menyelenggarakan pembelajaran berbasis multiple intelligences ini diharapkan setiap siswa akan merasa semangat dan terus termotivasi untuk belajar. Berikut merupakan contoh mengajar matematika (perkalian) kepada siswa dengan pendekatan multiple intelligences.[2]

a)   Perkalian secara linguistic

Cara belajar terbaik siswa yang memiliki kecerdasan linguistik adalah dengan mengucapkan, mendengar, dan melihat kata-kata. Cara terbaik memotivasi mereka di antaranya mengajak bicara, menyediakan bahan bacaan, rekaman, dan menyediakan sarana untuk menulis. Dalam belajar perkalian, siswa jenis ini dapat dimungkinkan untuk diberikan waktu yang cukup dalam latihan menghafal tabel perkalian kemudian diucapkan secara berulang atau memberi lembar isian yang memuat tabel perkalian.

b)   Perkalian secara logis-matematis

Dalam belajar perkalian, siswa yang memiliki kecerdasan logis-matematis tinggi ini tidak terlalu sulit, karena materi yang dipelajari memiliki karakteristik yang sama dengan kecerdasan yang dimiliki siswa. Kegiatan yang diapat dilakukan , di antaranya menggunakan batu kerikil, korek api, atau benda lain, kemudian siswa menyusunnya dalam kelompok dua-dua, tiga-tiga, empat-empat, dan seterusnya. Guru membiarkan siswa agar dapat menemukan prinsip perkalian melalui permainan tersebut. Sebagai contoh, tiga tumpuk kerikil dengan empat kerikil dalam masing-masing tumpukan sama dengan dua belas kerikil, atau 3 x 4 = 12. Siswa akan dapat membuat daftar penemuan, sehingga akan menjadi sebuah tabel perkalian. Selain itu, dengan cara ini siswa juga dapat memahami konsep perkalian secara mudah.

c)   Perkalian secara visual-spasial

Cara belajar bagi siswa visual-spasial ini biasanya melalui gambar, metafora visual, dan warna. Dalam mempelajari perkalian, guru dapat memberi siswa tabel “seratus”, selembar kertas yang tertulis angka 1 sampai 100 dalam sepuluh kolom secara horizontal atau vertikal. Kemudian siswa diminta untuk mewarnai setiap angka kedua. Cara ini akan mengajak siswa untuk memahami kelipatan 2. Lalu guru memberi siswa tabel “seratus” lagi dan siswa diminta untuk mewarnai setiap angka kelipatan 3 dan seterusnya. Setiap lembar akan memberikan gambaran grafis yang berlainan dan berwarna-warni dari sebuah perkalian dan ini memudahkan siswa untuk mengingat fakta-fakta dalam perkalian.

d)   Perkalian secara kinestetik

Siswa-siswa yang kecenderungannya dalam jenis kecerdasan kinestetik ini biasanya belajar dengan cara menyentuh, memanipulasi, dan bergerak. Cara terbaik memotivasi mereka adalah melalui seni peran, gerakan kreatif, dan semua jenis kegiatan yang melibatkan fisik. Ketika belajar perkalian, siswa diminta untuk berjalan lurus sambil menghitung dengan suara keras setiap melangkah, “1, 2, 3, 4, 5, 6.” Lalu katakan, “Baik, sekarang kita akan menepuk tangan setiap angka kedua: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10....” Cara ini bisa diikuti dengan menepuk tangan setiap angka ketiga dan seterusnya. Mungkin saja, siswa tidak hanya puas untuk bertepuk tangan, kemungkinan lain adalah siswa meloncat, lompat tali, merangkak, atau melakukan salto. Dengan cara ini, siswa akan mulai menginternalisasi konsep perkalian dalam diri mereka dengan mudah dan merasa enjoy.

e)   Perkalian secara musical

Siswa dengan kecerdasan musikal biasanya belajar melalui irama dan melodi. Mereka bisa mempelajari apa pun dengan lebih mudah, jika hal itu dinyanyikan, diberi ketukan, atau disiulkan. Seorang guru dapat memilih sebuah lagu yang berirama alami dan teratur. Lagu rakyat sederhana atau lagu lain yang disukai siswa-siswa biasanya sangat efektif. Kemudian siswa diminta menyanyikan tabel perkalian sesuai irama lagu (“2 kali 2 sama dengan 4, 2 kali 3 sama dengan 6, 2 kali 4 sama dengan 8, dan seterusnya”).

f)     Perkalian secara interpersonal

Cara belajar terbaik siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal adalah dengan berhubungan dan bekerja sama. Dalam belajar perkalian, pertama-tama guru mengajari konsep dasar perkalian melalui berbagai cara seperti di atas, kemudian siswa diminta untuk mengajarkannya kepada teman yang lain. Beri siswa beberapa gambar dan usulkan supaya siswa menyelenggarakan kompetisi gambar kelompok di setiap kelompok mereka. Buat permainan papan dari map karton dan gambarkan sebuah jalan berliku dengan spidol dan tuliskan problem tabel perkalian (misalnya, 3 x 5 = ?) di atas kotak-kotak terpisah.

g)   Perkalian secara intrapersonal

Siswa yang memiliki kecenderungan kecerdasan jenis ini paling efektif belajar ketika diberi kesempatan untuk menetapkan target, memilih kegiatan mereka tulis, dan menentukan kemajuan merkea sendiri melalui proyek apa pun yang mereka minati. Siswa-siswa ini memotivasi diri sendiri. Beri mereka kesempatan untuk belajar sendiri, dengan kecepatan yang mereka tentukan sendiri, dan melakukan proyek serta permainan individu. Dalam belajar perkalian, guru membiarkan siswa untuk bekerja sendiri dalam memecahkan sebuah problem kelompok. Berilah siswa kunci jawaban untuk memeriksa jawabannya, buku latihan beserta jawabannya, atau program komputer untuk mempelajari tabel perkalian sendiri. Berilah siswa kesempatan untuk bekerja sesuai dengan kecepatannya sendiri, biarkan ia memeriksa jawabannya ketika memerlukannya, dengan demikian ia bisa langsung memperoleh masukan mengenai kemajuannya dalam memahami perkalian.

h)   Perkalian secara naturalis

Siswa yang memiliki kecenderungan kecerdasan naturalis akan menjadi semangat dalam belajar ketika terlibat dalam pengalaman di alam terbuka. Untuk mempelajari perkalian, guru dapat meminta siswa untuk mengamati kelipatan yang ada di alam, dari kuncup setangkai bunga, sampai ulir sebutir buah semara atau cangkang kerang. Siswa dapat menggunakan benda-benda alami ini sebagai objek problem perkalian (misalnya, jika tangkai bunga ini mempunyai lima kuncup dan pada setiap kuncup ada tiga helai kelopak, berapakah kelopak yang ada?).

Contoh penerapan strategi pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences sebagaimana yang di atas, jika benar-benar dapat diterapkan dalam suasana belajar siswa, maka tidak akan dijumpai hambatan yang berarti bagi siswa selama belajar atau bagi guru selama mengajar. Setiap siswa merasa senang ketika belajar perkalian dan tentunya siswa akan terus minat untuk mempelajari hal-hal yang lebih tinggi, yang belum mereka kuasai.

2.5     Tes untuk Mengecek Jenis Kecerdasan

Jawab dan beri skor untuk masing-masing pernyataan. Ya (2), tidak (0), kadang-kadang (1). Jumlahkan skor pada masing-masing kecerdasan. Skor terbanyak ialah kecerdasan dominan anda.

Kecerdasan Linguistik

  1. Buku sangat penting bagi saya.

  2. Saya dapat mendengar kata-kata di kepala saya sebelum saya membaca, berbicara, atau menuliskannya.

  3. Saya mendapatkan lebih banyak hal dari mendengarkan radio atau kaset yang banyak berisi kata-kata daripada televisi atau film.

  4. Saya tidak mengalami kesulitan dalam permainan kata seperti Scrabble, Anagrams, atau Password.

  5. Saya senang menghibur orang lain dengan lelucon / permainan kata.

  6. Kadang-kadang orang lain terpaksa meminta saya untuk menjelaskan makna kata yang saya gunakan dalam tulisan atau pembicaraan saya.

  7. Ketika bersekolah, saya menganggap pelajaran bahasa, studi sosial, dan sejarah lebih mudah daripada matematika dan ilmu alam.

  8. Ketika berkendaraan di jalan, saya lebih tertarik kata-kata yang tertulis di papan reklame daripada memperhatikan pemandangan.

  9. Saya sering mengungkapkan segala sesuatu yang saya baca / dengar.


10. Akhir-akhir ini saya menulis sesuatu yang amat saya banggakan atau yang membuat saya mendapat pengakuan dari orang lain.

Kecerdasan Logis-Matematis

  1. Dengan mudah saya dapat menghitung angka dalam benak saya.

  2. Matematika dan sains adalah mata pelajaran favorit saya di sekolah.

  3. Saya suka permainan / soal yang menuntut pemikiran logis.

  4. Saya suka mengadakan percobaan kecil "Bagaimana seandainya" (misalnya, "Bagaimana seandainya saya melipatduakan jumlah air yang saya siram ke rumpun mawar di halaman rumah setiap minggunya?").

  5. Saya selalu mencari pola keteraturan atau urutan logis segala sesuatu.

  6. Saya menaruh minat pada perkembangan baru dalam sains.

  7. Saya berpendapat bahwa hampir segala sesuatu mempunyai penjelasan yang masuk akal.

  8. Kadang saya berpikir dalam konsep, abstrak, tanpa kata, tanpa gambar.

  9. Saya sering menemukan salah penalaran dalam segala sesuatu yang dikatakan dan dilakukan orang di rumah maupun di tempat kerja.


10. Saya merasa lebih nyaman bila segala sesuatu sudah diukur, dikelompokkan, dianalisis, atau dikuantifikasikan dengan cara tertentu.

Kecerdasan Spatial

  1. Saya sering melihat gambaran visual yang jelas ketika menutup mata.

    1.  Saya peka terhadap warna

    2. Saya sering menggunakan kamera untuk merekam apa yang saya lihat.

    3.  Saya gemar mengerjakan puzzle, maze, dan teka-teki visual lainnya.

    4.  Saya mengalami mimpi yang begitu nyata di malam hari.

    5.  Saya dapat mengenali jalan bahkan di wilayah yang tidak saya kenal.

    6.  Saya suka menggambar atau mencoret-coret.

    7.  Bagi saya, ilmu ukur lebih mudah daripada aljabar.

    8. Saya dapat membayangkan bagaimana sesuatu akan terlihat jika dilihat langsung dari atas dengan pandangan mata seekor burung.




10. Saya lebih suka melihat bahan bacaan yang banyak gambarnya.

Kecerdasan Kinestetik-Jasmani

  1. Setidaknya saya melakukan salah satu jenis olahraga secara teratur

  2.  Saya tidak betah duduk diam berlama-lama.

  3. Saya suka bekerja dengan kedua tangan saya dalam kegiatan konkret seperti menjahit, menenun, mengukir, bertukang, atau mera-kit model.

  4.  Seringkali ide terbaik saya muncul ketika saya berada di luar rumah untuk berjalan-jalan, joging, atau kegiatan jasmani lain.

  5. Seringkali saya menghabiskan waktu luang di luar rumah.

  6. Seringkali saya menggunakan gerak-gerik tangan atau bentuk bahasa tubuh lain ketika bercakap-cakap dengan seseorang.

  7. Saya harus menyentuh bermacam-macam benda supaya lebih banyak mengetahui tentang benda tersebut.

  8.  Saya senang naik permainan yang mendebarkan atau ikut dalam petualangan jasmani yang menegangkan.

  9.  Saya suka menggambarkan diri saya sendiri sebagai orang yang mempunyai koordinasi tubuh yang baik.


10. Saya harus mempraktekkan sebuah keterampilan baru bukan sekadar membaca atau menonton video tentang keterampilan itu.

Kecerdasan Musikal

  1.  Jika bernyanyi, suara saya terbilang merdu.

  2.  Saya dapat membedakan nada musik yang fals.

  3.  Saya sering mendengarkan musik di radio, kaset, atau CD.

  4.  Saya dapat memainkan alat musik.

  5.  Hidup saya akan lebih sengsara jika tidak ada musik.

  6.  Kadang-kadang tanpa sadar saya melantunkan lagu iklan televise atau lagu lain sewaktu saya berjalan kaki.

  7. Dengan mudah saya mengikuti irama musik dari alat perkusi sederhana.

  8.  Saya mengenal banyak melodi dari berbagai lagu dan karya musik.

  9.  Kalau saya mendengar karya musik sebanyak satu/dua kali, biasanya saya dapat menyanyikannya kembali dengan cukup tepat.

  10. 10.  Saya sering mengetuk-ngetuk atau melantunkan melodi sambil bekerja, belajar, atau mempelajari sesuatu yang baru.


Kecerdasan Antarpribadi

  1. Saya adalah jenis orang yang didatangi orang lain untuk dimintai nasihat dan bimbingan di tempat kerja atau di tempat tinggal.

  2.  Saya lebih menyukai olahraga berkelompok seperti bulutangkis, bola voli, atau sofbol daripada olahraga tunggal, seperti berenang dan joging.

  3. Kalau saya menghadapi masalah, saya cenderung mencari orang lain untuk dimintai pertolongan daripada berusaha memecahkannya sendiri.

  4.  Saya mempunyai sekurang-kurangnya tiga orang sahabat dekat.

  5. 5.     Saya lebih menyukai permainan bersama untuk mengisi waktu, seperti monopoli atau bridge daripada hiburan yang dilakukan sen­diri, seperti bermain video game dan kartu solitaire.

  6.  Saya tertantang untuk mengajari orang lain apa yang saya kerjakan.

  7. Saya menganggap diri saya sebagai pemimpin (atau orang lain menyebut saya begitu).

  8.  Saya senang berada di tengah kerumuman orang.

  9. Saya suka terlibat dalam kegiatan sosial yang berhubungan dengan pekerjaan, tempat ibadah, atau komunitas tempat tinggal saya.


10. Saya lebih suka menghabiskan petang hari di sebuah pertemuan yang meriah daripada tinggal sendirian di rumah.

Kecerdasan Intrapribadi

  1. Secara berkala saya meluangkan waktu sendirian untuk bermedi-tasi, merenung, atau memikirkan masalah kehidupan yang penting.

  2. Saya telah mengikuti sesi bimbingan atau seminar pengembangan pribadi untuk lebih mengenal diri saya sendiri.

  3. Saya punya pendapat yang membuat saya beda dengan orang biasa.

  4. Saya mempunyai hobi khusus yang saya simpan untuk diri saya sendiri.

  5. Saya mempunyai sasaran penting dalam hidup yang saya renungkan secara berkala.

  6. Saya mempunyai pandangan yang realistis tentang kelemahan dan kekuatan saya (yang saya dapatkan dari umpanbalik orang lain).

  7. Saya lebih suka menghabiskan akhir pekan sendirian di sebuah pondok di hutan daripada di sebuah tempat peristirahatan mewah dengan banyak orang di sekitarnya.

  8. Saya menganggap diri saya berkemauan keras dan berpikiran mandiri.

  9. Saya mempunyai buku harian atau jurnal untuk merekam peristiwa kehidupan batin saya.


10. Saya berwiraswasta atau setidaknya ingin memulai usaha sendiri.

Kecerdasan Naturalis (lingkungan)

  1. Kalau saya punya waktu luang saya suka membeli tanaman, atau hewan, menyiram tanaman atau memberi makan hewan peliharaan.

  2. Saya senang dengan binatang/tanaman peliharaan saya.

  3. Saya suka belajar tentang alam, hewan, tumbuhan atau lainnya.

  4. Saya berharap mengunjungi kebun binatang, bila punya waktu.

  5. Saya menikmati berburu atau memancing atau semacamnya.

  6. Saya suka kegunung, mendaki, camping atau rekreasi ke alam.

  7. Tanaman atau hewan penting bagi saya.

  8. Bila saya melihat acara televisi, saya menyukai acara flaura dan fauna.

  9. Saya senang waktu liburan untuk ke alam luas daripada ke mall.


10. Alam dan sekitarnya adalah sesuatu yang sangat mengasyikkan.


 


BAB III


PENUTUP


3.1     Kesimpulan


Kecerdasan menurut Gardner adalah kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi nyata. Gardner mengklasifikasikan jenis kecerdasan manusia menjadi 9 jenis Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence), yaitu kecerdasan linguistik/verbal/bahasa, kecerdasan matematis logis, kecerdasan visual/ruang/spasial, kecerdasan musikal/ritmis, kecerdasan kinestetik jasmani, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalis, dan kecerdasan eksistensial.

Teori Gardner tentang Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence) bisa diterapkan dalam pembelajaran matematika. Misalnya pada anak yang memiliki kecerdasan naturalis. Untuk mempelajari perkalian, guru dapat meminta siswa untuk mengamati kelipatan yang ada di alam, dari kuncup setangkai bunga, sampai ulir sebutir buah semara atau cangkang kerang. Siswa dapat menggunakan benda-benda alami ini sebagai objek problem perkalian. Demikian juga dengan yang lainnya.

3.2     Saran




  • Untuk penerapan Teori Gardner sendiri, sebaiknya guru lebih mengenal karakteristik dan minat siswa. Caranya bisa dengan mengadakan psikotes.

  • Selain itu, akan membutuhkan lebih banyak alat pembelajaran. Namun bisa juga alat pembelajaran diperoleh dari barang-barang sekitar sekolah untuk lebih menghemat biaya.


 

DAFTAR PUSTAKA


 











[1] Fandi, 2010, http://fandi4tarakan.wordpress.com/2010/01/03/teori-multiple-intelligence/, diakses pada 28 Mei 2011, pukul 10.35 WIB




[2] Thomas Armsrong. 2002. Setiap Anak Cerdas!. Terjemahan oleh Rina Buntaran. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal 85-89


Tidak ada komentar:

Posting Komentar