Kamis, 12 September 2013

Download Jurnal Matematika Tentang Kurikulum

Islamic Integrated Curriculum dalam Pembelajaran Matematika dengan Model Problem Based Instruction

Oleh:

Intan Nur Ismi (D04209036) & Bagus Hidayatulloh (D04209051)

(Jurusan Pendidikan Matematika IAIN Sunan Ampel Surabaya)

I.          PENDAHULUAN

Dr. Solehah Yaacob dan Madame Rahimah (2008), dalam salah satu makalahnya yang dipublikasikan di International Conference in Islamic Republic of Iran, mengungkapkan bahwa salah satu isu penting yang dihadapi oleh dunia muslim kontemporer berakar dari masalah dualisme sistem pendidikan, yaitu sistem sekuler yang modern dan sistem agamis yang tradisional. Beberapa kekurangan pada kedua jenis pendidikan ini telah berhasil disorot banyak pihak. Sistem pendidikan di berbagai negara tampaknya dirancang untuk menghasilkan para tenaga profesional yang kekurangan nilai-nilai agama, sementara pendidikan agama telah mengembangkan spesialis agama yang tidak dapat berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat, tidak kritis dan responsif untuk menangani isu-isu umat. Akibatnya, masalah dualistik ini menciptakan dilema dalam umat Islam dan membutuhkan solusi mendesak untuk mengatasi itu.

Di Indonesia sendiri, masalah seperti itu tergolong memiliki urgensi cukup tinggi mengingat posisi Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim tebesar di dunia. Menciptakan cendekiawan berakhlak tentu bukan hal mudah. Diperlukan perombakan pada sistem pendidikan nasional yang selama ini isinya terkotak-kotak antara pengetahuan umum dan pengetahuan agama. Sistem pendidikan yang diterapkan pemerintah selama ini terbukti kurang efektif terutama disebabkan ilmu agama yang diajarkan tidak mampu mengaitkan relevansi materi dengan permasalahan yang dihadapi masyarakat.

Berdasarkan hal tersebut, pemisahan antara esensi pendidikan agama dengan pengetahuan umum adalah hal yang harus diminimalisir. Keduanya harus bersatu dan terintegrasi. Oleh karena itu, Integrated Islamic Curriculum diusulkan menjadi resolusi terbaik dalam menyelesaikan masalah dualisme dalam pendidikan Islam.

Islamic Integrated Curriculum sendiri bukanlah kurikulum yang terfokus pada strategi pembelajaran tertentu. Apapun model dan strategi pembelajaran bisa diterapkan. Namun dalam artikel ini kami menawarkan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI). Model pembelajaran ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya mampu mengasah pola berpikir kritis dalam pemecahan masalah. Kemampuan tersebut sangat urgen untuk dimiliki siswa terutama bila diadapkan pada tantangan era globalisasi. Dan dari berbagai literatur yang ada, model Problem Based Instruction (PBI) bisa diterapkan pada pembelajaran matematika.

II.          PEMBAHASAN

Sebelum membahas istilah Islamic Integrated Curriculum, kita perlu mengulas tentang istilah Integrated Curriculum. Beberapa pengertian tentang Integrated Curriculum diungkapkan oleh beberapa ahli.

Beane (1977) mengungkapkan, “Integrated Curriculum as away to teach students that attempts to break down barriers between subjects and make learning more meaningful to students. The idea is to teach around theme, or organizing centers that students can identify with, such as the Environment,  Life in School, or more traditional areas like Myths and Legends” (Integrated Curriculum merupakan cara untuk mengajar siswa yang mengusahakan meniadakan batas antara mata pelajaran dan membuat belajar lebih bermakna bagi siswa. Ide ini untuk mengajarkan apa yang ada di sekitar mereka, atau memusatkan organisasi bahwa siswa dapat mengidentifikasi apa yang ada lingkungan, kehidupan di sekolah atau lebih tradisional lagi mempelajari mitos atau legenda).

Sedangkan Humphreys, Post, dan Ellis (1981), menjelaskan “An integrated study is one in which children broadly explore knowledge in various subjects related to certain aspects of their environment”. (Pembelajaran terintegrasi merupakan salah satu cara mengajar dengan memberikan keleluasaan kepada siswa untuk menggali pengetahuan dalam berbagai variasi materi yang terkait dengan aspek-aspek yang nyata di lingkungan mereka).

Good (1973), membuat sinonim dari Integrated Curriculum sebagai  Interdisiplinary Curriculum. Good mengungkapkan, “Another term that is often used synonymously with integrated curiculum is interdisciplinary curriculum. Interdisciplynary curriculum is defined in the Dictionary of education as a curriculum organization which cuts acroos subjects-matter lines to focus upon comprehensive life problems or broad based areas of study that brings together the various segments of the curriculum into meaningful association” (Istilah lain yang digunakan sebagai sinonim Integrated Curriculum adalah Interdisiplinary Curriculum yaitu organisasi kurikulum dimana terjadi pemotongan jalur antar mata pelajaran untuk dipusatkan pada masalah kehidupan yang meliputi keleluasaan berdasarkan ruang lingkup belajar, yang bersama – sama membawa berbagai macam bagian / hal ke dalam kerjasama yang penuh makna).

Berdasarkan berbagai pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa ciri pokok Integrated Curriculum adalah tiadanya batas atau sekat antramata pelajaran. Semua mata pelajaran dilebur menjadi satu dalam bentuk unit. Misalnya dalam satu tema bahasan mengenai air kita dapat mengintegrasikan bidang sains, sosial, matematika dan agama sekaligus. Dalam suatu pertemuan siswa dapat mengenal jenis-jenis air yang ada di alam (aspek sains). Dari sini siswa akan mengenal mana air yang bisa digunakan untuk bersuci sebelum beribadah (aspek agama). Siswa juga diajak mencoba menghitung volume air (aspek matematika). Selama pembelajaran, guru juga menekankan betapa pentingnya air untuk kehidupan. Air adalah sumber daya yang suatu saat dapat menjadi sangat terbatas sehingga siswa akan memahami bahwa kita tidak boleh egois membuang buang air sementara diluar sana banyak daerah kekeringan (aspek sosial).

Namun, Integrated Curriculum tidak sekedar berupa keterpaduan bentuk yang melebur berbagai mata pelajaran, melainkan juga aspek tujuan yang akan dicapai dalam belajar. Melalui keterpaduan diharapkan dapat berbentuk pula keutuhan kepribadian anak didik yang sesuai dengan lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, apa yang diajarkan di sekolah harus benar-benar disesuaikan dengan situasi, masalah dan kebutuhan kehidupan di masyarakat.

Suzaina Kadir (2009) dalam makalahnya yang dipublikasikan di 3rd Redesigning Pedagogy International Conference Singapore, menjabarkan tentang sekolah-sekolah di Indonesia yang mengadopsi Integrated Curriculum disamping kurikulum yang telah ditetapkan secara nasional. Yang perlu disoroti yakni ternyata sebagian besar sekolah yang mengadopsi kurikulum ini adalah sekolah Islam. Berdasarkan hal ini muncul istilah Integrated Islamic School. Sekolah model ini mulai bermunculan sejak akhir tahun 80an.

Beberapa sekolah elit mengklaim bahwa pembelajaran yang disajikan bukan mengarah ke pendidikan sekuler namun pendidikan yang terintegrasi dalam lingkup Islam. Sekolah model ini mulai menjadi tren di kalangan masyarakat. Dimana keunggulan yang ditawarkan sekolah jenis ini antara lain bahwa siswa akan terampil dalam berbagai bidang. Salah satunya segi bahasa, sebab sekolah yang termasuk Integrated Islamic School menggunakan dua bahasa asing yang patut dikuasai siswa selama pembelajaran, yakni bahasa Inggris dan Bahasa Arab. Contoh-contoh Integrated Islamic School di Indonesia antara lain Al ‐ Azhar, Muthahari, Insan Cendekia, Madania, Bina Insani, Fajar Hidayah, Nurul Fikri, Salman al‐Farisi, the Jakarta International Islamic School dan lain sebagainya.

Sebagian besar dari sekolah-sekolah tersebut adalah bagian dari konsorsium Jaringan Sekolah Islam Terpadu / JSIT (Suzaina Kadir, 2009). Tanggung jawab utama JSIT adalah untuk mengkoordinasikan dan memfasilitasi pembentukan dan pengoperasian sekolah. Mereka menyediakan cetak biru dasar dan pedoman dan menawarkan lisensi untuk individu atau kelompok yang ingin mendirikan sekolah seperti itu. Namun untuk menegakkan standar kurikulum untuk semua sekolah JSIT, tidak ada buku teks standar. Masalah ini akan dikembalikan pada kebijakan sekolah masing-masing.

Sekolah JSIT berbeda dengan pesantren. Mereka menawarkan program yang terintegrasi antara pendidikan umum dan pendidikan agama. JSIT juga mengklaim berbeda dari madrasah. Mereka tidak hanya menggabungkan pelajaran sekuler dengan pembelajaran yang Islami pilih. Sebaliknya, mereka mempelajari pengetahuan umum berdasarkan lensa Islam.

Konsep JSIT sangat dipengaruhi oleh ide-ide dari seorang ideolog Mesir, Hasanal-Banna. Al-Banna berkata pendidikan adalah kunci untuk membebaskan umat Islam melalui penciptaan suatu generasi rabbani yakni orang-orang mengetahui keberadaan mereka sebagai makhluk dan dengan demikian mereka dapat memahami tanggung jawab mereka untuk sesama makhluk. Bagi Hasan al-Banna, pendidikan adalah mencetak Muslim cerdas mandiri, saleh, mampu memberikan bimbingan yang ditetapkan oleh agama. (Suzaina Kadir, 2009).

Beberapa prinsip kurikulum yang ditetapkan Islamic Integrated School menurut Suzaina Kadir (2009) antara lain : (1) Pentingnya matematika, ilmu pengetahuan, humaniora, bahasa, keterampilan (vocational) kejuruan dan seni. (2) Pendekatan pedagogis modern dipertahankan, menekankan belajar seumur hidup, pemecahan masalah dan berpikir kritis. (3) Buku teks dan pedoman dari pemerintah juga digunakan tetapi banyak sekolah terpaksa mengimpor buku pelajaran dari luar Indonesia, khususnya dalam pengajaran ilmu mathsand dari Singapura. (4) Empat jam pelajaran untuk pelajaran agama formal yang dialokasikan untuk tingkat SD dan lima jam pelajaran yang dialokasikan untuk SMP per minggu. (5) Pelajaran agama termasuk pelajaran dalam teologi, hukum Islam, praktek ibadah dan moralitas. (6) Sekolah-sekolah tersebut berbeda dengan madrasah dalam pembelajaran Qur’an. Esensi Qur’an disisipkan dalam pengajaran sains di mana siswa didorong untuk melihat kehadiran Allah melalui alam. (7) Nilai-nilai agama selalu ditanamkan pada siswa di luar jam sekolah resmi melalui berbagai kegiatan ekstra kurikuler misalnya melalui kegiatan outbond. (8) Peran guru dalam menerapkan visi pendidikan Islam sangat penting. Guru harus bertindak sebagai pendidik dan panduan moral (murabbi). Mereka harus kompeten dan cukup profesional untuk memberikan pengetahuan di berbagai bidang (matematika, sains, bahasa, humaniora, kajian Islam) dan pada saat yang sama menanamkan nilai-nilai Islam pada siswa. Perekrutan dan pelatihan tenaga profesional dilaksanakan dengan selektif. Sebagian besar memilih guru dari universitas Islam negeri dan perguruan tinggi kependidikan. (9) Untuk sistem pendidikan, JSIT mengadopsi sistem full-day, mulai pukul 07.00 dan berakhir pada pukul 15.00 s/d 16:00 setiap hari, bahkan ada yang menawarkan jam diperpanjang sampai pukul 7 malam untuk tingkat SD. Untuk itu, sebagian besar sekolah memiliki fasilitas asrama. Jam sekolah yang panjang bertujuan untuk memenuhi semua materi dalam kurikulum serta menambah kelas pengayaan.

Prinsip-prinsip yang dijabarkan diatas memang tidak merepresentasikan isi Islamic Integrated Curriculum secara umum dan keseluruhan. Sebab kurikulum yang diterapkan tiap sekolah tentu berbeda dan menjadi ciri khas masing-masing sekolah. Begitu pula dengan model pembelajaran yang diterapkan tentu juga sangat beragam. Sekolah maupun guru bebas menggunakan strategi apa saja selama mampu menciptakan pembelajaran bermakna yang tetap berorientasi Islami.

Dalam artikel ini, kami menawarkan salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan utama Integrated Curriculum yakni Problem Based Instruction. Telah kita ketahui sebelumnya bahwa Integrated Curriculum memberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi siswa dalam berpikir kritis dan memecahkan masalah. Dalam Integrated Curriculum, pelajaran dipusatkan pada suatu permasalahan atau topik tertentu, misalnya suatu masalah dimana semua mata pelajaran dirancang dengan mengacu pada topik tertentu. Apa yang disajikan di sekolah, disesuaikan dengan kehidupan anak di luar sekolah. Pelajaran di sekolah membantu siswa dalam menghadapi berbagai persoalan di luar sekolah. Biasanya bentuk kurikulum semacam ini dilaksanakan melalui pelajaran unit, di mana suatu unit mempunyai tujuan yang mengandung makna bagi siswa yang dituangkan dalam bentuk masalah. Untuk pemecahan masalah, anak diarahkan untuk melakukan kegiatan yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Berkaitan dengan tujuan itu, model pembelajaran Problem Based Instruction sangat cocok diterapkan. Menurut Arends  (1997, dalam Trianto, 2007:68) Problem-based instruction adalah model pembelajaran yang berlandaskan paham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik. Dalam pemrolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kolaborasi dalam pemecahan masalah.

Ibrahim (2000) menjelaskan bahwa tujuan utama dari PBI adalah membantu siswa mengembangkan proses berpikirnya, pemecahan masalah, keterampilan intelektual, belajar melalui pengalaman yang menjadikan mereka mandiri.

Johar (2005, dalam Trianto 2007) merinci langkah-langkah utama pembelajaran PBI kedalam 5 tahap:




























TAHAP


TINGKAH LAKU GURU



  1. Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih


  1. Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut


  1. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah


  1. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya


  1. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan



Untuk lebih memperjelas, dalam artikel ini kami akan menyajikan contoh implementasi pembelajaran matematika yang Islami melalui kurikulum integratif dengan model Problem Based Instruction pada bab volume balok sebagaimana yang dipaparkan Cut Morina (2009).

Kegiatan pembelajaran

  1. Guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran

  2. Guru mengajak siswa menggali nilai-nilai keislaman melalui pengenalan jenis-jenis air yang suci dan mensucikan.

  3. Guru mengenalkan masalah untuk dipecahkan anak.

“Sepulang belajar bersama, Hafid beristirahat sebentar di masjid. Ia akan menunaikan shalat Ashar di masjid tersebut karena takut waktu shalat akan habis saat ia sampai rumah. Hafid melihat bak mandi yang ada di tempat wudhu masjid (ukuran bak mandi 1 m x 1 m x 1 m) hanya terisi 2/3 bagian saja. Ia ragu apakah air tersebut dapat digunakan untuk berwudhu?”

  1. Guru menunjukkan gambar bak mandi atau menunjukkan bentuk bak mandi di sekolahnya.

  2. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan anggota tiap kelumpok 4-6 orang.

  3. Guru memotivasi siswa untuk bekerja sama dalam kelompoknya dengan memaknai QS Al Maidah ayat 2 (tentang tolong menolong dalam kebajikan).

  4. Siswa mendiskusikan tentang penyelesaian dari permasalahan.

  5. Siswa memajang hasil diskusi kelompok.

  6. Hanya kelompok yang memiliki jawaban berbeda yang mempresentasikan hasil diskusi. Sedangkan bila jawaban seluruh kelompok sama, maka hanya satu kelompok yang presentasi sebagai perwakilan.

  7. Siswa merangkum pembelajaran dan guru memberi penguatan.

  8. Siswa menyelesaikan soal-soal latihan.

  9. Siswa melakukan refleksi.

Kegiatan pembelajaran diatas mengandung beberapa aspek terintegrasi yaitu aspek Pendidikan Agama Islam, matematika, dan sosial. Aspek agama terpenuhi bila siswa mengetahui aturan air yang bisa digunakan untuk bersuci, yaitu air yang tidak berwarna dan tidak berbau. Air tersebut haruslah sekurang-kurangnya 2 qulah.

Aspek matematika terpenuhi bila siswa mampu menyelesaikan soal sesuai dengan tahapan-tahapan yang ada. Yang pertama adalah mengonversi satuan qulah ke dalam meter kubik atau liter. Akan didapat bahwa 2 qulah setara dengan kira-kira 0,512 m2 atau 512 liter air. Kemudian siswa menghitung volume total bak mandi yang berukuran 1 m x 1 m x 1 m. Dalam hal ini, siswa membutuhkan rumus volume balok. Akan didapat bahwa volume total bak mandi sebanyak 1 m3 atau 1000 liter. Karena air yang ada di bak mandi hanya 2/3 bagian saja, berarti jumlah air yang ada sebanyak 2/3 x 1000 liter = 666,7 liter. Dari sini siswa dapat menentukan bahwa 666,7 liter lebih banyak dari 512 liter, sehingga air yang ada di bak mandi tersebut melebihi dua qulah. Dengan demikian, air tersebut bisa digunakan untuk berwudhu.

Dalam pembelajaran ini, siswa juga akan terlatih dalam aspek sosial sebab siswa melakukan pembelajaran ini secara berkelompok. Sehingga siswa akan belajar untuk menghargai orang lain, saling menolong, bertoleransi, serta berani mengungkapkan pendapat.

III.          PENUTUP

Pada penerapannya, Islamic Integrated Curriculum memiliki kelebihan dan manfaat, antara lain kemudahan belajar yang mengarah pada keterkaitan antara berbagai disiplin ilmu. Integrated Curriculum dapat membangun pemahaman lintas mata pelajaran dan dapat mengapresiasikan pada tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Model integrasi ini juga mampu memberikan motivasi kepada siswa sehingga siswa dapat belajar secara menyenangkan. Begitu juga jika dilihat dari sisi pembentukan moral dan nilai keagamaan. Kurikulum ini mampu mencetak generasi yang cerdas sekaligus berakhlak mulia.

Sedangkan untuk kendalanya, kurikulum ini sulit untuk dilaksanakan sepenuhnya karena membutuhkan disiplin ilmu yang berbeda. Model pembelajaran ini membutuhkan tingkat keahlian yang sangat tinggi sehingga dibutuhkan guru-guru yang mempunyai kompetensi profesional yang sangat tinggi pula. Model kurikulum ini memerlukan tim antar-departemen dengan perencanaan waktu mengajar yang sama sehingga antara materi mata pelajaran yang satu dengan yang lain ada keterkaitan satu dengan yang lainnya. Model kurikulum ini hanya dapat digunakan jika terdapat relevansi materi antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain.

Kendala lain yaitu masalah evaluasi. Kurikulum ini kurang memungkinkan untuk dilaksanakan ujian umum sebagaimana kurikulum pemerintah. Terakhir, kendala sarana dan prasarana yang mungkin tidak semua sekolah memiliki persediaan memadai.

Mengacu pada kelebihan dan keunggulan output yang dihasilkan, Islamic Integrated Curriculum merupakan kurikulum yang bagus untuk diterapkan di Indonesia. Oleh sebab itu, ada baiknya pemerintah mengembangkan kurikulum semavam ini. Mengingat Integrated Curriculum sejauh ini hanya ada pada sekolah-sekolah swasta yang membutuhkan biaya tinggi. Hendaknya pemerintah mulai mencarikan solusi dengan membuat sekolah negeri yang menggunakan Integrated Curriculum agar bisa dijangkau banyak kalangan.

REFERENSI



Beane, James A. 1977. Curriculum Integration: Designing the  Core of Democratic Education. New York: Teachers College Press.

Morina, Cut. 2009. Pembelajaran Matematika yang Islami Melalui Kurikulum Integratif dengan Model Problem Based Instruction (PBI). Jurnal Serambi Ilmu Vol 7 No 1.

Good, C. 1973. Dictionary of Education, Third Edition. New York: McGraw Hill.

Humphreys, Alan, Thomas Post, and Arthur Ellis. 1981. Interdisciplinary Methods, A Thematic Approach. Santa Monica: Goodyear.

Ibrahim, Muslimin, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press.

Kadir, Suzaina. 2009. Emerging Trends in Islamic Education in Indonesia. Papper published at 3rd Redesigning Pedagogy International Conference Singapore.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Surabaya: Prestasi Pustaka Publisher.

Yaacob, Solehah dan Rahimah, M. 2008. The Concept of an Integrated Islamic Curriculum and its Implications for Contemporary Islamic Schools. Papper published at International Conference in Islamic Republic of Iran organized by OIC, ISESCO dan The Ministry Education of Islamic Republic Iran.







a/n:
Jurnal dibuat dalam rangka pemenuhan tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2012 dengan dosen pengampu Prof. Dr. Kusaeri, M.Pd.

Untuk mendownload jurnal lengkap dalam format PDF, klik link berikut:


Untuk mendownload jurnal dan artikel Pendidikan Matematika lain, buka link Download Jurnal dan Artikel Penelitian Pendidikan Matematika




Tidak ada komentar:

Posting Komentar