Pentingnya
Kecerdasan Spasial dalam Pembelajaran Geometri[1]
Oleh:
M. Rendik Widiyanto dan
Badiatur Rofiah
(Jurusan Pendidikan Matematika
IAIN Sunan Ampel Surabaya)
I. PENDAHULUAN
Kecerdasan
adalah anugrah istimewa yang dimiliki oleh manusia. Makhluk lain memiliki
kecerdasan yang terbatas sedangkan manusia tidak. Dengan kecerdasan manusia
menjadi lebih mudah dalam menyelesaikan permasalahan sehari-hari khususnya yang
terkait dengan matematika.
Namun,
selama ini ukuran kecerdasan selalu dilihat dari intelegensi (IQ). Kecerdasan
seseorang bisa dilihat dari hasil tes (nilai). Hal ini ditentang Hodward
Gadner, ia menegaskan bahwa skala kecerdasan yang selama ini dipakai ternyata
memilki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja sukses
untuk masa depan seseorang, menurut Hodward IQ saja tidak cukup.
Sehingga
Hodward mengemukakan Intelegensi menjadi 8 jenis ( Multiple Intelegensi) salah
satunya adalah kecerdasan spasial. Konsep tentang berpikir spasial cukup
menarik untuk dibahas mengingat banyak penelitian sebelumya bahwa anak
menemukan banyak kesulitan untuk memahami objek atau gambar bagun geometri.
Berpikir spasial merupakan kumpulan dari ketrampilan –ketrampilan kognitif,
yaitu terdiri dari gabungan tiga unsur yaitu konsep keruangan, alat repsentasi,
dan proses penalaran (National Academy of Science, 2006).
Dipandang dari konteks matematika khususnya geometri ternyata kemampuan spasial
sangat penting untuk ditingkatkan, hal ini mengacu dari hasil penelitian
berikut ini. National of Scince (2006) mengemukakan bahwa setiap siswa harus
berusaha mengembangkan kemampuan dan penginderaan spasiailnya yang sangat
berguna dalam memahami relasi dan sifat-sifat dalam geometri untuk memecahkan
masalah matematika dan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini
diperkuat dengan persepsi dari suatu objek atau gambar dapat dipengaruhi secara
ekstrim oleh orientasi objek tersebut. Sehingga dapat mengenali suatu
objek/gambar dengan tepat diperlukan kemampuan spasial (Giaquinto,2007). Berdasarkan
pemaparan di atas, dalam artikel ini akan dibahas mengenai pentingnya
kecerdasan spasial atau Spatial Intelegent dalam pembelajaran geometri.
II. PEMBAHASAN
Kecerdasan
atau Intelegensi memiliki pengertian sangat luas. Dalam kamus besar Bahasa
Indonesia (1999), mengartikan kecerdasan sebagai perihal cerdas (sebagai kata
benda), atau kesempurnaan perkembangan akal budi (seperti kepandaian dan
ketajaman pikiran). Para ahli psikologi mengartikan kecerdasan sebagai
keseluruhan kemampuan individu untuk memperoleh pengetahuan, menguasainya dan
mempraktekannya dalam pemecahan suatu masalah.
Kecerdasan
merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melihat suatu masalah lalau
menyelesaikannya atau membuat sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain (Hadi
Susanto, 2005:2). Kecerdasan adalah kemampuan untuk menangkap situasi baru
serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang (Thomas
Armstrong, 2001:9). Gadner seorang psikolog Amerika mengatakan bahwa kecerdasan
adalah kemampuan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam
dan situasi yang nyata (Paul Suparno, 2008 :17). Menurut Binet seorang psikolog
Prancis, mengatakan bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan
suatu tujuan untuk mengadakan penyesuain dalam rangka mencapai tujuan untuk
bersikap kritis terhadap diri sendiri (Theresia, 2001:9).
C. P.
Chaplin (1975) mengungkapakan kecerdasan itu sebagai kemampuan menhhadapi dan
meyesuaikan diri terhadap situasi baru secara tepat dan efektif. Anita E.
(1995) menurut teorinya ada 3 pengetian yaitu kemampuan untuk belajar,
keseluruhan pengetahuan untuk diperoleh, dan kemampuan untuk beradaptasi secara
berhasil dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya (Yusuf, 2005:106).
Dari
Beberapa definisi diatas kami menyimpulakan bahwa kecerdasan merupakan
kesempurnaan akal budi seseorang yang diwujudkan dalam suatu kemampuan yang
terdiri dari beberapa komponen untuk memecahkan suatu persoalan atau masalah
dalam kehidupan nyata secara tepat.
Kecerdasan
spasial adalah kecerdasan yang mencakup kemampuan berpikir dalam gambar, serta
kemampuan untuk menyerap, mengubah dan menciptakan kembali berbagai macam aspek
dunia visual-spasial. Kecerdasan visual-spasial berkaitan dengan kemampuan
menagkap warna , arah ,ruang secara akurat. Sebagaiamana dikemukakan Armstrong
bahwa Anak yang cerdas dalam visual spasial memiliki kepekaan terhadap warna,
garis-garis, bentuk-bentuk, ruang dan bangunan (Musfiroh, 2004: 67).
Sedangkan menurut
Indra anak yang memiliki kemampuan spasial dapat mengenali identitas objek
ketika objek tersebut ada dari sudut pandang yang berbeda, dan mampu
memperkirakan jarak dan keberadaan dirinya dengan sebuah obyek (Musfiroh, 2004
: 67). Kecerdasan visual spasial meliputi kemampuan-kemampuan untuk
mempresentasikan dunia melalui gambaran-gambaran mental dan ungkapan artistik
(Shearer, 2004). Kecerdasan spasial sebagai sekumpulan kemampuan-kemampuan yang
berhubungan dengan pemilihan, pemahaman dimana proyeksi visual , imajinasi
mental pemahaman ruang, manipulasi imajinasi, serta pengandaan imajinasi nayat
maupun imanjinasi dalam diri/abstrak (Agustin, 2006 : 35).
Menurut
Howard Gadner menguraikan deskripsi tentang kecerdasan spasial adalah kemampuan
memahami, memproses, dan berpikir dalam bentuk visual. Anak dengan kecakapan
ini mampu menerjemahkan bentuk gambaran dalam pikirannya ke dalam bentuk dua
atau tiga dimensi (Agustin, 2006).
Menurut
Abdurrahman (dalam Apriani, 2007:56 )ada lima jenis kemampuan visual spasial
yaitu :
1. Hubungan keruangan (spasial
relation)
Menunjukan persepsi tentang
posisi berbagai objek dalam ruang. Dimensi fungsi visual ini mengimplikasikan
persepsi tentang tempat suatu objek atau symbol (gmabar, huruf, dan angka)
hubungan ruangan yang menyatu dengan sekitarnya.
2. Diskriminasi visual (visual
discrimination)
Menunjukan pada kemampuan
membedakan suatu objek dari objek yang lain. Misalkan membedakan antara gambar
balok dan kubus.
3. Diskriminasi bentuk latar
belakang (Figure-ground discrimination)
Menunjukan pada kemampuan
membedakan suatu objek dari latar belakang yang mengelilinginya. Anak memiliki
kekurangan dalam bidang ini tidak dapat memusatkan perhatian pada suatu objek
karena sekeliling objek tresebut ikut mempengaruhi perhatiannya.
4. Visual Clouser
Menunjukan pada kemampuan
mengingat dan mengidentifikasi suatu objek, meskipun objek tersebut tidak diperhatikan
secara keseluruhan.
5. Mengenal Objek (Object
recognition)
Menujukan pada kemampuan
mengenal sifat berbagai objek pada saat mereka memandang . Pengenalan tersebut
mencakup berbagai bentuk geometri, huruf, angka dsb.
Ciri khusus
dari kecerdasan spasial adalah pemahaman tentang arah, serta berpikir dan
merencanakan sesuatu dalam tiga dimensi. Sedangkan ciri umum dari kecerdasan
spasial adalah:
1. Sangat senang bermain dengan
bentuk dan ruang , seperti Puzzle dan balok
2. Tidak mengalami kesulitan
membaca peta
3. Lebih tertarik pada gambar
dari pada tulisan
4. Peka terhadap warna
5. Suka fotografi atau videografi
6. Mampu membayangkan sebuah benda
dilihat dari berbagai sudut
7. Imajinatif (Suka
membayangkan)
8. Pandai menggambar
Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan visual spasial sangat penting.
Dimana kemampuan tersebut dapat membantu anak dalam proses belajar mengajar
serta mengenali lingkungan sekitarnya. Misalnya kemampuan hubungan keruangan
yang merupakan bagian sangat penting dalam belajar matematika khususnya
geometri.
Geometri
menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika, karena banyaknya
konsep-konsep yang termuat di dalamnya. Dari sudut pandang psikologi, geometri
merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan spasial, misalnya
bidang, pola, pengukuran dan pemetaan. Sedangkan dari sudut pandang matematik,
geometri menyediakan pendekatan-pendekatan untuk pemecahan masalah, misalnya
gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi. Geometri
juga merupakan lingkungan untuk mempelajari struktur matematika (Burger &
Shaughnessy, 1993:140). Geometri merupakan salah satu cabang matematika. Dengan
mempelajari geometri dapat menumbuhkan kemampuan berfikir logis, mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah dan pemberian alasan serta dapat mendukung banyak
topik lain dalam matematika (Kennedy, 1994: 385).
Usiskin
(1987:26-27) mengemukakan bahwa geometri adalah (1) cabang matematika yang
mempelajari pola-pola visual, (2) cabang matematika yang menghubungkan
matematika dengan dunia fisik atau dunia nyata, (3) suatu cara penyajian
fenomena yang tidak tampak atau tidak bersifat fisik, dan (4) suatu contoh
sistem matematika. Tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh
rasa percaya diri mengenai kemampuan matematikanya, menjadi pemecah masalah
yang baik, dapat berkomunikasi secara matematik, dan dapat bernalar secara
matematik (Bobango, 1992:148). Sedangkan Budiarto (2000:439) menyatakan bahwa
tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir
logis, mengembangkan intuisi keruangan, menanamkan pengetahuan untuk menunjang
materi yang lain, dan dapat membaca serta menginterpretasikan argumen-argumen
matematik.
Van de Walle
(1994:35) mengungkap lima alasan mengapa geometri sangat penting untuk
dipelajari. Pertama, geometri membantu manusia memiliki apresiasi yang utuh
tentang dunianya, geometri dapat dijumpai dalam sistem tata surya, formasi
geologi, kristal, tumbuhan dan tanaman, binatang sampai pada karya seni
arsitektur dan hasil kerja mesin. Kedua, eksplorasi geometrik dapat membantu
mengembangkan keterampilan pemecahan masalah. Ketiga, geometri memainkan
peranan utama dalam bidang matematika lainnya. Keempat, geometri digunakan oleh
banyak orang dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kelima, geometri penuh dengan
tantangan dan menarik.
Tiga alasan
mengapa geometri perlu diajarkan, menurut Usiskin (dalam Kahfi, 1999:8).
Pertama, geometri merupakan satu-satunya ilmu yang dapat mengaitkan matematika
dengan bentuk fisik dunia nyata. Kedua, geometri satu-satunya yang mengaitkan
ide-ide dari bidang matematika yang lain untuk digambar. Ketiga, geometri dapat
memberikan contoh yang tidak tunggal tentang sistem matematika.
Pada
dasarnya geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa
dibandingkan dengan cabang matematika yang lain. Hal ini karena ide-ide
geometri sudah dikenal oleh siswa sejak sebelum mereka masuk sekolah, misalnya
garis, bidang dan ruang. Meskipun geometri diajarkan, namun kenyataan di
lapangan menunjukkan bahwa materi geometri kurang dikuasai oleh sebagian besar
siswa. Masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar geometri. Pada
kenyataannya, bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar geometri
masih rendah (Purnomo, 1999:6) dan perlu ditingkatkan (Bobango, 1993:147).
Bahkan, diantara berbagai cabang matematika, geometri menempati posisi yang
paling memprihatinkan (Sudarman, 2000:3).
Selain itu,
prestasi semua siswa dalam masalah yang berkaitan dengan geometri dan
pengukuran masih rendah (Bobango, 1993:147). Selanjutnya, Hoffer menyatakan
bahwa siswa-siswa di Amerika dan Uni Soviet sama-sama mengalami kesulitan dalam
belajar geometri (Kho, 1996:4).
Kesulitan
siswa dalam memahami konsep-konsep geometri terutama pada konsep bangun ruang
(Purnomo, 1999:5). Kenyataan dilapangan menunjukan bahwa materi geometri kurang
dikuasai oleh sebagian besar siswa. (Herawati, 1994:110) melaporkan hasil
penelitiannya, bahwa masih banyak siswa sekolah dasar yang belum memahami
konsep-konsep dasar geometri datar. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila
ada siswa yang menyatakan bahwa sisi kubus pada gambar yang dilihatnya
berbentuk jajar genjang atau belah ketupat.
Madja
(1992:3) menyatakan bahwa siswa SMU masih mengalami kesulitan dalam melihat
gambar bangun ruang. Fakta berikutnya adalah hasil penelitian Ryu, Yeong, dan
Song (2007) yang menemukan dalam penelitiannya, dari 7 siswa berbakat
matematika yang ditelitinya, 5 diantaranya mengalami kesulitan membayangkan
obyek 3 dimensi dalam ruang yang digambarkan pada bidang datar.
Kesalahan-kesalahan siswa yang ditemukannya antara lain adalah ketergantungan
siswa pada fakta visual.
Sedangkan di
perguruan tinggi, berdasarkan pengalaman, pengamatan dan penelitian ditemukan
bahwa kemampuan mahasiswa dalam melihat ruang dimensi tiga masih rendah (Madja,
1992:6). Bahkan dari berbagai penelitian, masih ditemukan mahasiswa yang
menganggap gambar bangun ruang sebagai bangun datar, mahasiswa masih sulit
menentukan garis bersilangan dengan berpotongan, dan belum mampu menggunakan
perolehan geometri SMU untuk menyelesaikan permasalahan geometri ruang
(Budiarto, 2000:440).
Purnomo (1999) menyatakan bahwa penguasaan konsep geometri di sekolah menengah akan membuat lebih mudah bagi siswa untuk mengikuti pelajaran di sekolah tingkat tinggi. Hershkowitz (1989) menyatakan bahwa visualisasi adalah sebuah alat yang diperlukan dalam pembentukan konsep geometri.
Purnomo (1999) menyatakan bahwa penguasaan konsep geometri di sekolah menengah akan membuat lebih mudah bagi siswa untuk mengikuti pelajaran di sekolah tingkat tinggi. Hershkowitz (1989) menyatakan bahwa visualisasi adalah sebuah alat yang diperlukan dalam pembentukan konsep geometri.
Kecerdasan
visual-spasial bisa mempengaruhi proses belajar anak di sekolah. Anak dengan
kecerdasan ini mampu menerjemahkan bentuk gambaran dalam pikirannya ke dalam
bentuk dua atau tiga dimensi. Studi dari Guay & McDaniel (1977) dan Bishop
(1980) menemukan bahwa kecerdasan visual-spasial mempunyai hubungan positif
dengan matematika pada anak usia sekolah. Studi dari Shermann (1980) juga
menemukan bahwa matematika dan berpikir spasial mempunyai korelasi yang positif
pada anak usia sekolah, baik pada kecerdasan visual-spasial taraf rendah maupun
taraf tinggi.
Dalam
kecerdasan spasial diperlukan adanya pemahaman kiri-kanan, pemahaman
perspektif, bentuk-bentuk geometris, menghubungkan konsep spasial dengan
angka,kemampuan dalam mentransformasi mental dari bayangan visual.
Faktor-faktor tersebut juga diperlukan dalam belajar matematika. Peranan
kecerdasan spasial terhadap matematika disokong beberapa studi validitas. Hills
(dalam Mc Gee, 1979) meneliti hubungan antara berbagai tes kecerdasan
visual-spasial yang melibatkan visualisasi dan orientasi dari Guiford dan
Zimmerman dengan nilai matematika ditemukan ada korelasi yang tinggi antara
kecerdasan visual-spasial dengan nilai matematika, bila dibandingkan dengan tes
verbal dan penalaran.
Demikian
pula studi yang dilakukan oleh Bishop (1980), Benbow dan Mc Guinness (dalam
Geary, 1996) menemukan adanya hubungan antara pemecahan masalah matematika
dengan kemampuan visuo spasial. Dalam mempelajari peran kecerdasan spasial
terhadap prestasi belajar matematika, Smith (1980) menyimpulkan bahwa antara
kecerdasan spasial dengan konsep matematika taraf tinggi terdapat hubungan yang
positif, tetapi kurang mempunyai hubungan dengan perolehan konsep-konsep
matematika taraf rendah seperti hitungan. Penggunaan contoh spasial seperti
membuat bagan, dapat membantu anak menguasai konsep matematika.
Dipandang
dari konteks matematika khususnya geometri ternyata kemampuan spasial sangat
penting untuk ditingkatkan, hal ini mengacu dari hasil penelitian berikut ini.
National Academy of Science (2006) mengemukakan bahwa setiap siswa harus
berusaha mengembangkan kemampuan dan penginderaan spasialnya yang sangat
berguna dalam memahami relasi dan sifat-sifat dalam geometri untuk memecahkan
masalah matematika dan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Giaquinto
(2007), persepsi dari suatu objek atau gambar dapat dipengaruhi secara ekstrim
oleh orientasi objek tersebut. Untuk dapat mengenali suatu objek/gambar dengan
tepat diperlukan kemampuan spasial. Hannafin, Truxaw, Jennifer, dan Yingjie
(2008), dalam penelitiannya menemukan bahwa siswa dengan kemampuan spasial yang
tinggi secara signifikan lebih mampu dalam matematikanya. Penelitian lainnya
telah menunjukkan bahwa kemampuan kognitif seperti kemampuan spasial diprediksi
berhasil dalam lingkungan belajar tertentu, khususnya dalam geometri. Kemampuan
spasial yang baik akan menjadikan siswa mampu mendeteksi hubungan dan perubahan
bentuk bangun geometri.
Dalam
konteks kurikulum, NCTM (2000) telah menentukan 5 standar isi dalam standar
matematika, yaitu bilangan dan operasinya, pemecahan masalah, geometri,
pengukuran, dan peluang dan analisis data. Dalam geometri terdapat unsur
penggunaan visualisasi, penalaran spasial dan pemodelan. Hal ini menunjukkan
bahwa kemampuan spasial merupakan tuntutan kurikulum yang harus diakomodasi
dalam pembelajaran di kelas. Dalam kurikulum nasional di Indonesia, dari
tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi siswa/mahasiswa dituntut untuk
dapat menguasai materi geometri bidang dan geometri ruang yang notabene juga
membutuhkan kemampuan spasial.
III.
Kesimpulan
Para guru
semestinya dapat menterjemahkan bahwa kemampuan ini sangat dibutuhkan siswa dan
perlu diajarkan secara sungguh-sungguh ketika mengajar geometri. Kenyataan
menunjukkan bahwa kemampuan spasial ini kurang mendapat perhatian sungguh-
sungguh oleh kebanyakan guru. Ketika mengajar geometri khususnya tentang bangun
datar dan bangun ruang. Demikian pentingnya kemampuan spasial ini sehingga kita
semua terutama para guru dituntut untuk memberikan perhatian yang lebih dari
cukup agar kemampuan spasial diajarkan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan
amanat kurikulum.
REFERENSI
Burger, W.F. & Shaughnessy,
J.M.. 1986. Characterizing the van Hiele
Levels of Development in Geometry. Journal for Research in Mathematics
Education. 17(I):31-48
Bobango, J.C.. 1993. Geometry for All Student: Phase-Based
Instruction. Dalam Cuevas (Eds). Reaching All Students With Mathematics.
Virginia: The National Council of Teachers of Mathematics,Inc.
Budiarto, M.T.. 2000. Pembelajaran Geometri dan Berpikir Geometri.
Dalam prosiding Seminar Nasional Matematika “Peran Matematika Memasuki Milenium
III”. Jurusan Matematika FMIPA ITS Surabaya. Surabaya, 2 Nopember.
Kho, R.. 1996. Tahap Berpikir dalam Belajar Geometri
Siswa-siswa Kelas II SMP Negeri I Abepura di Jayapura Berpandu pada Model van
Hiele. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP Malang.
Purnomo, A.. 1999. Penguasaan Konsep Geometri dalam Hubungannya
dengan Teori Perkembangan Berpikir van Hiele pada Siswa Kelas II SLTP Negeri 6
Kodya Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP Malang.
Van de Walle, John A. 1994. Elementary School Mathematics . New
York: Longman.
Clements, D.H. & Battista,
M.T. (1992), Geometry and spatial
reasoning. In D. A. Grouws (Ed.) Handbook of research on mathematics teaching
and learning. NY: Macmillan.
Kennedy, L.M. Tipps Steve.
(1994). Guiding Children’s Learning of
Mathematics.: Wadswarsh Publishing Company.
Herawati, Susi. (1994). Penelusuran Kemampuan Siswa Sekolah Dasar
Dalam Memahami Bangun-Bangun Geometri. Studi Kasus di Kelas V SD no. 4 Purus
Selatan. Tesis Tidak Diterbitkan. Malang Program Pasca Sarjana IKIP Malang.
The Relation between Math Achievement and Spatial Abilities among
Elementary School Children. Journal of Research in Mathematics Education,
7, (pp. 211-215)
Hardy, Malcolm dan Heyes, Steve.
1988. The van Hiele model of Geometric
Thinking Among Adolescents. Journal of Research in Mathematics Education
Monograph 3.
Geary, D.C. 1996. Mathematics, Spatial Visualization, and
Related Factors: Changesin Girl and Boys grade8-11. Journal of Educational
Psychology, 72, (pp. 476-482)
Smith, P.K. 1980. Spatial Ability. London: University of
London Press.Tambunan, S.M. 2006.
[1] Artikel dibuat dalam
rangka pemenuhan tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Matematika dengan dosen
pengampu Prof. Dr. Kusaeri M.Pd di Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya
tahun 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar