Kamis, 26 September 2013

[Artikel Matematika] Kodetifikasi Bilangan Prima dalam Al-qur’an



Kodetifikasi Bilangan Prima dalam Al-qur’an[1]
  
Oleh:
Azizah Nur Laili dan Eki Tirtana Zamzani
 (Jurusan Pendidikan Matematika IAIN Sunan Ampel Surabaya)


I.     Pendahuluan

Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.” (Al-Jinn 72: 28)
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu), jika Kami telah membacakannya maka ikutilah ba­caannya.”(Al-Qiyamah 75 :17-18)
Kata atau bacaan pertama di dalam al-Qur’an adalah “Iqro”. Kata tersebut secara linguistik menunjukkan bahwa Nabi hanya mengikuti bacaan itu dan penyusunan teks Al-Qur’an berada di luar kewenangan Nabi Muhammad saw. Al-Qur’an berbicara Nabi atau ten­tang Nabi dan tidak mengizinkan Nabi berbicara atas kehendaknya sendiri.Al-Qur’an menggambarkan dirinya sendiri sebagai sebuah kitab yang “diturunkan” Tuhan kepada Nabi.
Penggambaran Al-Qur’an sangat unik, setiap bacaan tersusun rapi, sempurna dan berbeda cara pe­nyajiannya. Dalam suatu ayat bisa saja membahas masalah keimanan, moral, ritu­al, hukum, sejarah, alam, antisipasi masa mendatang, secara sekaligus dalam satu surat. Ini memberikan daya persuasi yang lebih besar, karena semua berlandaskan keimanan kepada Tuhan Yang Esa. Dan Jumlah surat dalam Al-Qur’an, nama-nama tiap surat, batas-batas setiap surat dan susunan ayat-ayatnya merupakan ketentuan yang ditetapkan dari petujuk Nabi.
Penomoran surat dan penempatan ayat yang disusun berdasar­kan petunjuk Nabi, tidaklah sama dengan urutan turunnya wahyu. Hal ini membingungkan para mufasir klasik selama berabad­-abad dan menjadi sasaran kritik para Orientalis bahwa Al-Qur’an dinilai tidak asli lagi, karena telah ada campur tangan manusia.
Dapat diketahui bahwa Al Qur’an di samping susunan isinya yang rapi dan sempurna. Kalau beberapa kata dalam Al Quran diperhatikan dan mencoba menghitung berapa kali kata tersebut disebutkan dalam Al Quran, diperoleh suatu hal yang sangat menakjubkan yaitu struktur sistematikanya matematis dengan menggunakan kodetifikasi bilangan pri­ma.
Apakah benar dalam Al-Qur’an terdapat kodetifikasi tertentu? Apakah mungkin dalam kitab “antik” ada struktur matematika­nya?
Al Qur’an yang ditulis menurut aturan matematika, merupakan bukti nyata bahwa Al Qur’an adalah benar-benar firman Allah dan tanpa campur tangan Nabi Muhammad. Kiranya patut juga direnungi apa yang dikatakan oleh Galileo (1564-1642 AD) bahwa . “Mathematics is the language in which God wrote the universe (Matematika adalah bahasa yang digunakan Tuhan dalam menuliskan alam semesta ini)” ada benarnya. Oleh karena itu, dalam pembahsan artikel ini akan dijelaskan tentang kodentifikasi bilangan prima dalam Al Qur’an agar dapat meyakinkan kalau Al-Qur’an firman Allah dan tanpa campur tangan manusia.

II.  Pembahasan

Sejarah bilangan prima dimulai pada zaman Mesir Kuno dengan ditemukannya sebuah catatan yang menyatakan penggunaan bilangan prima pada zaman tersebut. Bukti lain permulaan sejarah bilangan prima adalah sebuah catatan penelitian bilangan prima oleh bangsa Yunani Kuno. Dalam sejarah awal perkembangannya, pengertian bilangan prima adalah bagian dari himpunan bilangan bulat positif lebih dari 1 dan hanya mempunyai dua faktor, yaitu 1 dan bilangan itu sendiri, yang merupakan bilangan prima adalah 2, 3, 5, 7, 11, 13, …. dan seterusnya. Banyak bilangan prima tidak terhingga. Tidak peduli berapa banyak kita meng­hitung, pasti kita akan menemukan bilangan prima, walaupun mungkin makin jarang. Selain itu dikenal pula bilangan khusus yang disebut prima kembar, yaitu bilangan prima yang angkanya berdekatan dengan selisih 2. Misalnya (3,5), lalu (5,7), lalu (11,13), lalu (17,19), lalu (29,37), dan seterusnya. Bilangan lain yang perlu diketahui bilangan komposit. Bilangan komposit adalah bilangan asli lebih besar dari 1 yang bukan merupakan bilangan prima. Bilangan komposit dapat dinyatakan sebagai faktorisasi bilangan bulat, atau hasil perkalian dua bilangan prima atau lebih. Sepuluh bilangan komposit yang pertama adalah 4, 6, 8, 9, 10, 12, 14, 15, 16, dan 18.
Seorang ahli biokimia berkebangsaan Amerika keturunan Mesir dan seorang ilmuan muslim, Dr. Rashad Khalifa pertama kali menemukan sistem matematika yang didasarkan pada bilangan prima pada desain Al Qur’an. Dia memulai meneliti komposisi matematik dari Al Quran pada 1968, dan memasukkan Al Qur’an ke dalam sistem komputer pada 1969 dan 1970, yang diteruskan dengan menerjemahkan Al Qur’an ke dalam bahasa Inggris pada awal 70-an. Dia tertantang untuk memperoleh jawaban untuk menjelaskan tentang inisial pada beberapa surat dalam Al Qur’an (seperti Alif Lam Mim) yang sering diberi penjelasan hanya dengan “hanya Allah yang mengetahui maknanya”.
Dengan tantangan ini, dia memulai riset secara mendalam pada inisial-inisial
tersebut setelah memasukkan teks Al Qur’an ke dalam sistem komputer, dengan tujuan utama mencari pola matematis yang mungkin akan menjelaskan pentingnya inisial-inisial tersebut. Setelah beberapa tahun melakukan riset, Dr. Khalifa mempublikasikan temuan-temuan pertamanya dalam sebuah buku berjudul “ MIRACLE OF THE QURAN: Significance of the Mysterious Aphabets” pada Oktober 1973 bertepatan dengan Ramadan 1393.
Berdasarkan temuan tersebut, pada awalnya dia hanya berfikir sampai sebatas temuan tersebut mengenai inisial pada Al Qur’an, tanpa menghubungkan frekuensi munculnya huruf-huruf yang ada pada inisial surat dengan sebuah bilangan pembagi secara umum (common denominator).  Akhirnya, pada Januari 1974 (bertepatan dengan ZulHijjah 1393), dia menemukan bahwa bilangan prima 19 sebagai bilangan pembagi secara umum dalam insial-inisial tersebut dan seluruh penulisan dalam Al Qur’an sekaligus sebagai kode rahasia Al Qur’an. Seluruh teks dalam Al Qur’an terstruktur secara matematis yang didasarkan pada bilangan prima 19 pada setiap elemen sebagai bilangan pembagi secara umum.
Struktur pertama yang berhubungan dengan jumlah surat dan banyaknya juz dalam Al-Qur’an. Jumlah surat di dalam Al­-Qur’an adalah 114. Angka 114 adalah angka yang menakjubkan karena bilangan prima ke-114 adalah 619, dan 114 adalah (6 x 19). Bilangan 619 merupakan prima kembar dengan pasangan 617. Diketahui bahwa isi Al-Qur’an terbagi dalam 30 juz. Angka 30 adalah bilangan komposit yang ke-19, yaitu: 4, 6, 8, 9,10,12,14, 15, 16, 18, 20, 27, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 30.
Parity check  juga ditemukan dalam pembagian nomor surat dengan jumlah ayatnya menjadi satu kesatuan yang tak terpi­sahkan. Al-Qur’an dengan 114 surat terbagi dua susunannya.  Pertama, 57 surat yang homogen, di mana nomor suratnya sama dengan jumlah ayat yang dikandungnya, yaitu genap-genap atau ganjil-ganjil. Contohnya dalam Surat al-Fatihah dengan nomor surat 1 atau ganjil, jumlah ayat yang dikandungnya juga ganjil, yaitu 7 ayat dan Surat al-Baqarah dengan nomor surat 2 atau genap, jumlah ayat 286 atau genap pula. Surat homogen ini, jumlah nomor surat dan jumlah ayatnya adalah 6.236, atau sama banyaknya dengan jumlah ayat al-Qur’an seluruhnya. Kedua, 57 surat yang heterogen, di mana nomor suratnya berlawan­an dengan jumlah ayatnya, yaitu genap-ganjil atau ganjil­genap. Misalnya, Surat Ali’Imran, nomor surat 3 atau ganjil, jumlah ayat 200 atau genap. Jumlah nomor surat dan jumlah ayatnya adalah 6.555 atau sama dengan jumlah nomor surat dari 1 sampai dengan 114, (1+2+3+4+….+114). Bila kedua kelompok surat ini dijumlahkan 6.236 + 6.555 =12.791, ternyata menghasilkan bilangan prima yang ke-1.525.
Apabila Surat dalam Al-Qur’an di partisi menjadi 3 bagian. Yaitu, pada bagian pertama dengan nomor surat yang dapat dibagi dengan 2, pada bagian kedua dengan nomor surat yang dapat dibagi 3, sedangkan bagian ketiga dengan nomor surat yang tidak dapt dibagi 2 dan 3. Bisa dilihat pada tabel di bawah ini.
Bagian/partisi pertama dan ketiga menghasilkan jumlah surat yang sama banyaknya yaitu 38 surat. Dan bila nomor surat pada bagian/partisi pertama,kedua dan ketiga dijumlahkan akan menghasilkan nilai seperti pada tabel.   Hasilnya penjumlahan nomor surat dari ketiga partisi sungguh menakjubkan yang merupakan kelipatan dari bilangan prima 19.
Struktur kedua berhubungan dengan sisipan huruf di permulaan surat (fawatih). Dalam Al-Qur’an terdapat  29 surat dengan sisipan huruf di permulaan surat (fawatih). Semuanya ada 14 huruf Arab yang telah digunakan, seperti nun, shad, alif lam. Kombinasi-kombinasi huruf itu meru­pakan awalan, dengan 2 surat pengecualian, hanya pada surat Makiah. Angka 29 adalah bilangan prima, bilangan ke-10.
Dilihat dari tabel di atas ada 19 surat di mana nomor suratnya bukan bilangan prima. Contohnya, Surat Thaha, surat nomor 20. Sisanya,10 surat, bernomor bilangan prima: 2, 3, 7, 11, 13,19, 29, 31, 41, dan 43. Surat 19 ditempatkan pada urutan nomor 6 dari urutan bilangan prima pada 10 surat tadi, artinya (6 x 19 =114), sama banyaknya dengan jumlah surat al-Qur’an. Jumlahnya pun: 2 + 3 + 7 + 11+13+19+29+31+41+ 43 = 199, 199 merupakan bilangan prima ke-46. Dan pada Su­rat al-’Ankabut atau “Laba-laba”, terletak di posisi tengah, de­ngan nomor surat 29. Sebelumnya terdapat 14 surat fawatif dan sesudahnya juga terdapat 14 surat fawatih. Surat fawatih ini mulai dari surat nomor 2, al-Baqarah, sampai dengan nomor 68, Surat al-Qalam. Surat ke-5 dari tengah (15) adalah surat nomor 19, dan surat ke-5 setelahnya adalah surat nomor 38, atau (2 x 19). Dari Surat Maryam nomor 19 sampai akhir, ada 19 surat fawatih. Demikian pula, sebelum Surat Shad nomor 38, terdapat 19 surat fawatih. Struktur atau bentuk (10 + 19) surat-surat ini makin jelas, karena baik Surat Maryam maupun Surat Shad sama-sama ter­letak di posisi nomor 10, dari urutan depan dan dari urutan belakang.
Surat-surat fawatih ini susunannya juga unik, simetris satu sama lain, dan surat nomor 29 dile­takkan di tengah-tengah 29 surat. Dengan kata lain 114 surat al-Qur’an ditandai dengan 19 surat yang membentuk bilangan prima, jumlah nomor surat dan ayatnya. Ditandai pula dengan 29 surat fawatih, di mana dalam 29 surat itu di-enkripsi dengan 19 surat lagi berupa huruf fawatih yang merupakan ayat tersendiri. Simetris sempurna karena surat bernomor 29 diletakkan di tengah diapit simetris oleh surat 19 dan surat bernomor 38 atau (19 x 2). Sedangkan 85 surat tanpa sisipan huruf di permulaan surat (fawatih). Dan 85 merupakan faktor prima 5 dan 17. Berhubungan dengan perintah shalat, 5 kali sehari berjumlah 17 raka’at.
Profesor Bassam Jarrar menemukan bahwa, selain pengaturan jumlah huruf-huruf sisipan tadi, turunnya surat teratur berdasarkan nomor urutan dan jumlah huruf sisipan.Pertama, Surat al-Qalam, bernomor 68, adalah surat pertama fawatih yang turun dengan sisipan huruf Nun. Fawatih ini tidak diulangi (hanya satu kali), karena berikutnya surat 50, Qaf, dengan huruf qaf. Diulang kedua kalinya pada ayat pertama surat 42, asy-Syura. Menariknya, surat ketiga yang muncul adalah surat nomor 38, Shad, dengan huruf fawatih shad. Diulang hingga tiga kali pula, yaitu ayat pembukaan pada surat nomor 7 dan nomor 19. Lalu, apa artinya? Artinya, turun pertama kali, nun dipakai satu kali. Turun kedua, qaf dipakai 2 kali. Turun ketiga, shad, dipakai 3 kali. Kedua, Di antara surat fawatih, surat nomor 2 sampai dengan surat nomor 68, terdapat 38 surat bukan fawatih, atau (2 x 19). Bilangan 38 ini sama dengan kemunculan huruf fawatih: Alif, Lam, Mim, dan sebagainya. Bentuk kombinasi huruf fawatih ada 14 bentuk, sama dengan huruf Arabnya, yaitu sisipan dari: N, Q, H, S, T, ‘A, Y, H, K, R, ‘Sh, M, L, A, seperti tabel dibawah ini.

III.       Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an Al Qur’an mempunyai desain secara matematis bukan hanya merupakan kitab pe­doman bagi umat manusia tetapi juga mukjizat nyata yang diturunkan oleh Allah dan merupakan Mahakarya Yang Tertinggi di alam semesta. Pembahasan di atas hanyalah sebagian kecil dari ribuan bukti tentang bilangan prima sebagai desain Al Qur’an yang dapat disajikan pada tulisan ini. Selain itu, tulisan ini hanya memfokuskan pada contoh-contoh yang sangat sederhana dan sedikit.
Al-Qur’an berpandangan bah­wa tidak ada kejadian atau objek di alam semesta yang terjadi secara “kebetulan”, segala “sesuatu berdasarkan hitungan yang teliti”, seperti dalam surat al-’adad. Struktur al-Qur’an meliputi hal yang paling sederhana sampai hal yang rumit dan Isi dari Al Qur’an itu sendiri disusun dengan keindahan strukturnya dan sempurna. Sulit mengatakan bahwa Al-Qur’an dibuat oleh ma­syarakat pada abad ke-7, apalagi oleh Nabi Muhammad saw yang tidak dapat membaca dan menulis, bahkan oleh manusia abad kini atau jin sekalipun. Isinya sarat dengan makna dengan tiap surat, ayat ditempatkan dengan “kodetifikasi” tertentu. Struktur­nya matematis dan mengikuti kodetifikasi bilangan prima.

REFERENSI 

Abdullah Arik, Beyond Probability – God’s Message in Mathematics, Journal, Submission organisation, hal. 2.
God’s Secret Formula, di akses dari situs-situs dari Dr. Peter Plichta dari jerman:http://www.plichta.de/.
Journal of Submission Volume 8, Nomor 7 Maret 2001 Editor: R. Ali Fazely dan Miln Sulc.
Muftie, Arifin. 2004. Matematika Alam Semesta. PT Kiblat Utama: Bandung
Rashad Khalifa PhD – Quran The Final Testament, Journal, Submission
Swaidan. S. Numeric Miracles in Holy Qur’an. http://www.islamicity.org, diakses tanggal 15 November 2012 pukul 12.30
http://waris007.student.umm.ac.id/sebuah-keajaiban-bersifat-matematis/,  diakses tanggal 15 November 2012 pukul 12.30



[1] Artikel dibuat dalam rangka pemenuhan tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Matematika dengan dosen pengampu Prof. Dr. Kusaeri M.Pd di Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar