KEBENARAN
SPIRITUAL dan KEBENARAN MATEMATIKA[1]
Oleh:
M. Rendik Widiyanto dan Badiatur Rofiah
M. Rendik Widiyanto dan Badiatur Rofiah
(Jurusan Pendidikan Matematika
IAIN Sunan Ampel Surabaya)
I. PENDAHULUAN
Manusia
adalah makhluk yang selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh
untuk memperoleh kebenaran, diantaranya adalah menggunakan rasio (rasionalis)
dan juga menggunakan pengalaman (empiris).
Dalam usaha
mencari kebenaran tersebut, terkadang manusia melupakan hakikat kebenaran yang
sebenarnya. Kata “kebenaran” sendiri memiliki pemaknaan yang berbeda-beda bagi
tiap individu tergantung dari sudut pandangnya. “Kebenaran itu adalah
kenyataan”, tetapi bukanlah kenyataan (dos sollen) itu tidak selalu yang
seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk
ketidakbenaran (keburukan). Jadi ada 2 pengertian kebenaran, yaitu kebenaran
yang berarti nyata-nyata terjadi di satu pihak, dan kebenaran dalam arti lawan
dari keburukan (ketidakbenaran) (Syafi’i, 1995).
Kebenaran
menurut matematika, mungkin akan berbeda dengan kebenaran menurut Islam. Hal
ini dikarenakan matematika adalah ilmu pasti yang membutuhkan pembuktian dan
kesepakatan. Sedangkan Islam meyakini segala sesuatu yang datangnya dari Allah
adalah kebenaran. Ilmuwan yang mendalami matematika cenderung berpikir sesuatu
secara ilmiah, logis, dan realistis. Berbeda dengan orang-orang yang mendalami
spiritual yang cenderung mempercayai bahwa segala sesuatu di dunia ini tidak lepas
dari pengaruh ghaib, mistis, dan bahkan susah dinalar manusia awam.
Namun
demikian, antara kedua sudut pandang tersebut terdapat keterkaitan yang
signifikan. Jika pengetahuan matematika dan pengetahuan spiritual
terkonvergensi dan bergabung akan menimbulkan interaksi menakjubkan. Interaksi
ini pula yang melahirkan pengetahuan-pengetahuan populer dan digunakan untuk
kemajuan peradaban manusia hingga saat ini (Rauff, 2000:58).
Topik yang
diangkat pada artikel ini masih bersifat umum dan luas, dalam pembahasannya
dibatasi pada konteks kebenaran spiritual dan matematika secara general terkait
dengan Matematika Al-Qur’an dalam Islam.
II. PEMBAHASAN
Dalam
percakapan sehari-hari, kita seringkali mendengar dan juga mengucapkan kata
“kebenaran”. Kata “kebenaran” sendiri dapat didefinisikan bermacam-macam. Dalam
kamus umum Bahasa Indonesia (dalam Purwadarminta), ditemukan arti kebenaran,
yaitu: 1. Keadaan yang benar (cocok dengan hal atau keadaan sesungguhnya); 2.
Sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul demikian halnya); 3. kejujuran,
ketulusan hati; 4. Selalu izin, perkenanan.
Secara
epistemologis kebenaran adalah kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai
diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya yang menjadi objek pengetahuan.
Kebenaran terletak pada kesesuaian antara subjek dan objek, yaitu apa yang
diketahui subjek dan realitas sebagaimana adanya (Sonny Keraf, 2002:66).
Kesimpulan
kebenaran menurut kami dari beberapa definisi diatas adalah keadaaan yang
sesunnguhnya, sesuai dengan kenyataan dan benar adanya. Namun dalam artikel ini
kami akan mencoba memaknai kata kebenaran dalam konteks yang lain. Kami akan
mengkomparasikan kata kebenaran melalui konteks spiritual dan konteks
matematika.
Pertama dari konteks spiritual. QS. Al-Baqarah (2): 147 berbunyi: “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu Termasuk orang-orang yang ragu.” Demikian juga QS Ali Imran ayat 60 yang berbunyi “Apa yang telah Kami ceritakan itu, itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu.”
Pertama dari konteks spiritual. QS. Al-Baqarah (2): 147 berbunyi: “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu Termasuk orang-orang yang ragu.” Demikian juga QS Ali Imran ayat 60 yang berbunyi “Apa yang telah Kami ceritakan itu, itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu.”
Berdasarkan
ayat-ayat ini, kami mengambil kesimpulan bahwa kebenaran menurut agama Islam
adalah segala sesuatu yang berasal dari Allah SWT. Kebenaran tak hanya cukup
diukur dengan rasio dan pengalaman individu. Kebenaran ini bersifat objektif,
universal, dan berlaku bagi umat manusia, karena kebenaran ini bersumber dari
Tuhan dan disampaikan melalui wahyu. Dalam teori kebenaran agama digunakan
wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sebagai mahluk pencari kebenaran, manusia mencari
dan menemukan kebenaran melalui agama. Dengan demikian, sesuatu dianggap benar
bila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.
Agama dengan kitab suci dan haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala
persoalan manusia, termasuk kebenaran. (Musrida. Irvan Jaya, 2010:115)
Pengertian
ini terlihat bertolak belakang dengan matematika. Dimana matematika adalah ilmu
yang menganut teori kebenaran sebagai Keteguhan. Teori ini dianut oleh kaum
rasionalitas seperti Leibniz, Spinoza, Descartes, Heggel, dan lainnya.
Kebenaran ditemukan dalam relasi antara proposisi baru dengan proposisi yang
sudah ada. Suatu pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi atau hipotesis
dianggap benar kalau sejalan dengan pengetahuan, teori, proposisi atau hipotesis
lainnya, yaitu kalau proposisi itu meneguhkan dan konsisten dengan proposisi
sebelumnya yang dianggap benar. Matematika dan ilmu-ilmu pasti sangat
menekankan teori kebenaran ini (Resnick, 1998).
Ada dua
teori tentang kebenaran dalam matematika, yaitu teori korespondensi dan teori
koherensi. Kebenaran adalah pengakuan realitas (hal ini dikenal sebagai teori
kebenaran korespondensi) (Rand, 1982:16). Teori kebenaran korespondensi (the
correspondence theory of truth) adalah teori yang berpandangan bahwa
pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta atau
pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut. Contoh,
“Semua manusia akan mati,” merupakan suatu pernyataan yang bernilai benar
karena kenyataannya memang demikian. Hal ini membawa kita kepada pandangan
bahwa kebenaran terdiri dalam beberapa bentuk korespondensi antara keyakinan
dan fakta ” (quoted in Velasquez, 2005:446).
Teori
Kebenaran Koherensi (Coherence Theory of Truth) berpandangan bahwa suatu pernyataan
dikatakan benar bila terdapat kesesuaian antara pernyatan satu dengan
pernyataan terdahulu atau lainnya dalam suatu sistem pengetahuan yang dianggap
benar (Verhaak, 1989:123). Contohnya, pengetahuan Aljabar telah didasarkan pada
pernyataan pangkal yang dianggap benar. Pernyataan yang dianggap benar itu
disebut aksioma atau postulat.
Sebagaimana
pendekatan dalam aritmatik, dimana pernyataan-pernyataan terjalin sangat
teratur sehingga tiap pernyataan timbul dengan sendirinya dari pernyataan tanpa
berkontradiksi dengan pernyataan-pernyataan lainnya. Matematika adalah bentuk
pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktian berdasarkan teori koheren.
Sistem matematika disusun atas beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar
(aksioma). Dengan mempergunakan beberapa aksioma, maka disusun suatu teorema.
Berdasarkan teorema-lah, maka dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara
keseluruhan merupakan suatu sistem yang konsisten (Hume,1977:194)
Dari sini
kita dapat melihat perbedaan mencolok antara kebenaran dari sisi matematika dan
dari sisi spiritual (keislaman). Mengesampingkan perbedaan tersebut, dalam
artikel ini kami akan membahas kaitan antara kedua sudut pandang tersebut.
Peranan matematika dalam kehidupan pernah dilontarkan oleh seorang filsuf, ahli matematika, dan pemimpin spiritual Yunani, Phitagoras (569-500 SM), 10 abad sebelum kelahiran Rasulullah SAW. Phitagoras mengatakan, angka-angka mengatur segalanya.
Peranan matematika dalam kehidupan pernah dilontarkan oleh seorang filsuf, ahli matematika, dan pemimpin spiritual Yunani, Phitagoras (569-500 SM), 10 abad sebelum kelahiran Rasulullah SAW. Phitagoras mengatakan, angka-angka mengatur segalanya.
Kemudian, 10
abad setelah kelahiran Rasulullah SAW, Galileo Galilea (1564-1642 M), mengatakan:
Mathematics is the language in which God wrote the universe (Matematika adalah
bahasa yang digunakan Tuhan dalam menulis alam semesta). Hal ini menunjukkan
bahwa mereka mempercayai kekuatan angka-angka (bilangan) di dalam kehidupan.
Senada dengan pendapat Galileo, “Perkembangan ilmu pengetahuan sempurna dan
tidak membingungkan dan menjadi jelas jika dinyatakan dalam bentuk bilangan
“(Pandey, 1991:103). Carl Sagan, seorang fisikawan dan penulis novel fiksi
ilmiah, mengatakan, matematika sebagai bahasa yang universal.
Pada
matematika simbol X dan Y, biasanya digunakan untuk penyimbolan pada fungsi
maupun himpunan, X untuk daerah asal (domain) dan Y daerah kawan (kodomain).
Disini kami menggunakan simbol X dan Y untuk menyimbolkan laki – laki dan perempuan.
Relasi
berasal dari kata bahasa Inggris relation yang berarti hubungan. Dalam dunia
Islam hubungan antara umat Islam dengan umat Islam yang lain (yang kami maksud
disini antara pria dan wanita yang belum menikah) selama tidak menimbulkan
fitnah dan tidak keluar dari jalur syariat maka diperbolehkan, Bahkan bergaul
dengan umat yang berbeda agamapun diperbolehkan. Dengan kata lain adalah
hubungan yang sehat. Tiap orang boleh berteman dengan satu orang, dua orang dan
banyak orang tidak dibatasi. Bahkan seseorang dapat memilih untuk tidak bergaul
dengan orang lain (mungkin orang yang akan diajak bergaul,tersebut membawa
pengaruh buruk dalam lingkungan).
Dalam matematika juga terdapat istilah relasi yang artinya tidak jauh beda dengan arti relasi di atas.
Dalam matematika juga terdapat istilah relasi yang artinya tidak jauh beda dengan arti relasi di atas.
Misalkan
ada himpunan X={1,2,3,4} dan Y= {a,b,c}. Salah satu relasi yang dapat dibuat
dari X dan Y dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Contoh
relasi diatas menghubungkan antara anggota X anggota Y, yaitu 1 dengan a, 2
dengan b, 2 dengan c, 3 dengan b, 4 dengan a, dan 4 dengan c. Jadi relasi dalam
matematika tidak membatasi anggota X dalam menjalin hubungan dengan anggota Y,
boleh hanya satu relasi, dua relasi, tiga relasi, dan bahkan tidak melakukan hubungan
pun juga diperbolehkan.
Seperti yang
diterangkan Dalam Alqur’an Surat Al Hujurat 13 yang artinya: Hai manusia,
Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal.
Melihat
adanya titik temu yang signifikan anatara dunia matematik dengan Islam
tersebut, seorang Filsuf Michael Resnick (Resnick, 1998) menawarkan beberapa
gagasan tentang kebenaran dalam matematika. Resnick melihat setidaknya terdapat
dua aspek kebenaran matematika: kebenaran imanen dan kebenaran transenden ( Rauff,
2000:63)
Kebenaran
imanen dapat diartikan bahwa sebuah kebenaran yang hanya berlaku untuk
pernyataan yang ada dalam lingkup matematika saja. Objek matematika diyakini
kebenarannya dalam konteks matematika saja. Dengan kata lain, pernyataan yang
diyakini benar secara matematika, belum tentu benar bila dilihat dari sudut
pandang yang lain. Kebenaran ini tidak bergantung pada hal-hal, hubungan, atau
pengamatan di luar bidang matematika (Rauff, 2000:64)
Kebenaran
matematika imanen dapat dipertentangkan dengan kebenaran matematika transenden,
yang mencari dukungan mengacu pada benda-benda fisik atau korespondensi antara
objek matematika dan objek non-matematika. Kebenaran transenden matematika
dibuktikan melalui eksperimen serta pembuktian.
Sebagai
contoh, sebagai kebenaran transenden matematika, 2 + 1 = 3 membuat pernyataan
tentang jumlah orang di dalam mobil saya setelah saya dan anak saya bertemu dan
menjemput istri saya. Kebenaran persamaan itu dikonfirmasi melalui
korespondensi untuk dunia pengalaman saya. Saya telah mempelajari bahwa 2 + 1 =
3 adalah benar dalam kasus ini karena Saya memahami konsep dari himpunan dan
beberapa prinsip-prinsip logika sederhana. Ini adalah kebenaran dalam konteks
himpunan dan logika dan akan berlaku bagi siapa saja bersedia menerimanya
(Rauff, 2000).
Kebenaran
spiritual juga memiliki imanen / transenden. Di satu sisi mereka adalah
kebenaran dalam bahasa mereka sendiri. Jika seseorang diajarkan untuk memahami
konsep spiritual, maka seseorang dapat belajar kebenaran tentang mereka
sendiri. Selanjutnya, adalah benar untuk mengatakan bahwa tanpa persiapan yang
memadai, salah satu mungkin bisa menjadi tidak mampu memahami kebenaran
spiritual. Di sisi lain, kebenaran spiritual yang menginginkan untuk melampaui
bahasa mereka sendiri dan pernyataan status dari kebenaran dalam ranah lainnya
( Rauff, 2000).
Guru Islam
Ayatollah Khalkhalli mengatakan bahwa “Realitas akan selalu menang. ” (Naipaul
1998:210) Dari sini kita memahami bahwa realitas berarti kebenaran dan bahwa
kebenaran muncul untuk melawan kepalsuan. Untuk Khalkhalli, yang kebenaran
spiritual keimanannya telah melampaui bahasa Islam untuk menjadi kebenaran dari
semua bahasa, dimana saja.
III. Penutup
Matematika
dan spiritual masing-masing memiliki pendekatan tersendiri dalam memahami
kebenaran. Namun, antara kedua sudut pandang pendekatan tersebut terdapat
keterkaitan yang signifikan. Keselarasan antara kebenaran matematika dan
kebenaran spiritual adalah penting karena keberhasilan masing-masing telah
melampaui dalam bahasa sendiri. Matematika telah memberikan banyak kebenaran
untuk ilmu pengetahuan dan spiritualitas telah melakukan hal yang sama untuk
manusia.
Mempelajari matematika tidak hanya monoton berkutat didalam angka-angka saja. Matematika juga memiliki nilai spiritual jika kita memahaminya. Belajar matematika tidak hanya menentukan hasil dari soal yang dikerjakan, namun di dalamnya terkandung nilai-nilai spiritual yang dapat dijadikan sebagai kendaraan kita dalam memahami agama dan meningkatkan keimanan kita sebagai umat Islam.
Mempelajari matematika tidak hanya monoton berkutat didalam angka-angka saja. Matematika juga memiliki nilai spiritual jika kita memahaminya. Belajar matematika tidak hanya menentukan hasil dari soal yang dikerjakan, namun di dalamnya terkandung nilai-nilai spiritual yang dapat dijadikan sebagai kendaraan kita dalam memahami agama dan meningkatkan keimanan kita sebagai umat Islam.
REFERENSI
James V. Rauff. 2000. Number,
Infinity, and Truth: Reflections on the Spiritual in Mathematics. Department of
Mathematics Millikin University
Morris, Greg, 1995. Developing
the spiritual in mathematics. Mathematics Teaching 153:36-37.
Rucker, Rudy, 1995. Infinity and
the Mind. Princeton, N.J.: Princeton University Press.
Fred Seddon , Rand and Rescher on Truth, The Journal of Ayn Rand Studies 8, no. 1 (Fall 2006): 41–48.
Fred Seddon , Rand and Rescher on Truth, The Journal of Ayn Rand Studies 8, no. 1 (Fall 2006): 41–48.
Imam Wahyudi, Refleksi Kebenaran
Ilmu, Jurnal Filsafat, Desember 2004, Jilid 38, Nomor 3.
Musrida, Irvan Jaya. 2010.
Teori-Teori Kebenaran Filsafat. Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama.
Kajian Penelitian (Review Jurnal
Internasional) Pendidikan Matematika S2 Pendidikan Matematika Juli 2012 Oleh :
Dr. Marsigit, M.A. PPS UNY
[1] Artikel dibuat dalam
rangka pemenuhan tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Matematika dengan dosen
pengampu Prof. Dr. Kusaeri M.Pd di Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun
2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar