Oleh:
Siti Khafidhoh & Sri Rahayu
(Jurusan Pendidikan Matematika
IAIN Sunan Ampel Surabaya)
I.
PENDAHULUAN
Geometri
merupakan cabang matematika yang mempelajari pola-pola visual (Abdussakir :
2010). Geometri diajarkan mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi,
namun berdasarkan berbagai penelitian menunjukkan bahwa prestasi geometri masih
rendah (Abdussakir, 2007:2 dalam Kartono : 2012). Hasil belajar geometri
sekolah terkait langsung dengan kegiatan pembelajarannya. Pembelajaran geometri
akan efektif apabila kegiatan yang dilakukan sesuai dengan struktur kemampuan
berpikir siswa. Menurut Teori Van Hiele tentang pembelajaran geometri, bahwa
tingkat kemampuan berpikir siswa dalam belajar geometri meliputi lima tingkat ,
yaitu visualisasi, analisis, deduksi informal, deduksi, dan rigor. Tingkatan
berpikir tersebut akan dilalui siswa secara berurutan. Kecepatan berpindah dari
tingkat ke tingkat berikutnya banyak bergantung model pembelajarannya.
Suatu model
pembelajaran yang direkomendasikan oleh Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) adalah model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
(Kartono : 2012). Pada model pembelajaran CTL memuat konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang dibahas dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Berdasarkan konsep belajar itu,
memungkinkan hasil belajar lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran
berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan
transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Kegiatan
siswa dalam pembelajaran tersebut diharapkan dapat berlangsung optimal apabila
dilengkapi hands on activity siswa, suatu kegiatan siswa yang menunjang
pembelajaran. Melalui hands on activity akan terbentuk suatu penghayatan
dan pengalaman untuk menetapkan suatu pengertian, karena mampu membelajarkan
secara bersama-sama kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik serta dapat
memberikan penghayatan secara mendalam terhadap apa yang dipelajari, sehingga
apa yang diperoleh oleh siswa tidak mudah dilupakan (Amin : 2007). Hands
on activity selain sebagai komponen kegiatan pembelajaran, dapat
dimanfaatkan sebagai intrumen asesmen, khususnya asesmen kinerja siswa.
Asesmen
kinerja merupakan salah satu teknik penilaian kelas, yang mampu mengungkap
ketiga aspek hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor. Namun berdasarkan
pengamatan, belum banyak dilakukan oleh guru dalam pembelajaran. Hal ini sesuai
dengan pendapat Brualdi (1988: 1), bahwa banyak keuntungan yang diperoleh
melalui asesmen kinerja, namun beberapa guru masih ragu-ragu dalam
mengimplementasikan dalam kelas.
Berdasarkan
berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa prestasi geometri masih rendah, maka
perlu disediakan aktivitas-aktivitas dalam pembelajaran geometri yang sesuai
dengan tingkat berpikir siswa dalam bentuk hands on activity sebagai
asesmen kinerja siswa agar dapat meningkatkan kreativitas dan motivasi untuk
belajar.
II. PEMBAHASAN
Hands on Activity sebagai Asesmen Kinerja Siswa
Hands on
activity merupakan bagian dari pendekatan kontekstual dalam pembelajaran atau lebih
dikenal dengan Contextual Teaching and Learning (CTL). Landasan
teoritik matematika kontekstual adalah toeri konstruktivisme. Prinsip teori
konstruktivismeadalah “ aktivitas selalu mendahului analisis”. Hands on
activity adalah suatu kegiatan yang dirancang untuk melibatkan siswa dalam
menggali informasi dan bertanya, beraktivitas dan menemukan, mengumpulkan data
dan menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri. Siswa diberi kebebasan dalam
mengkonstruk pemikiran dan temuan selama melakukan aktivitas sehingga siswa
melakukan sendiri dengan tanpa beban, menyenangkan dan dengan motivasi yang
tinggi (Amin : 2007 dalam Khoiliyah : 2006). Kegiatan ini menunjang sekali
pembelajaran kontekstual dengan karakteristik sebagaimana disebutkan oleh Hatta
(2003) dalam Amin (2007: 1) yaitu: kerja sama, saling menunjang, gembira,
belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai
sumber, siswa aktif, menyenangkan, tidak membosankan, sharing dengan
teman, siswa kritis, dan guru kreatif.
Melalui hands
on activity akan mendapatkan pengalaman dan penghayatan terhadap
konsep-konsep dalam pembelajaran. Selain untuk membuktikan fakta dan konsep, hands
on activity juga mendorong rasa ingin tahu siswa secara lebih
mendalam sehingga cenderung untuk membangkitkan siswa mengadakan penelitian
untuk mendapatkan pengamatan dan pengalaman dalam proses ilmiah.
Dalam
pelaksanaan hands on activity agar benar-benar efektif perlu
memperhatikan beberapa hal meliputi : aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek
psikomotorik. Zainuddin (2001) dalam Amin (2007: 3) menguraikannya sebagai
berikut: ranah kognitif dapat dilatihkan dengan memberi tugas, memperdalam
teori yang berhubungan dengan tugas hands on activity yang dilakukan,
menggabungkan berbagai teori yang telah diperoleh, menerapkan teori yang pernah
diperoleh pada masalah yang nyata. Ranah afektif dapat dilatihkan dengan cara:
merencanakan kegiatan mandiri, bekerjasama dengan kelompok kerja, disiplin
dalam kelompok kerja, bersikap jujur dan terbuka serta menghargai ilmunya.
Ranah psikomotorik dapat dilatihkan melalui: memilih, mempersiapkan, dan
menggunakan seperangkat alat atau instrumen secara tepat dan benar.
Pada artikel
ini akan diberikan tahap-tahap tentang pembelajaran kontekstual dengan hands
on activity ( Amin : 2007):
·
Tahap Persiapan
Yang dimaksud
persiapan dalam hal ini adalah melakukan identifikasi semua keperluan yang akan
digunakan dalam pembelajaran.
·
Tahap Pelaksanaan
Praktikum
konstektual dilakukan secara in situ (langsung di lapangan) yang bertujuan
untuk membangkitkan motivasi siswa yang ditunjukkan dalam aktivitas mereka
selama melakukan pengamatan. Praktikum in situ dilakukan untuk pengamatan
langsung.
·
Penutup
Dalam tahap
ini siswa membuat rangkuman hasil pengamatan.
Dalam
aktivitas pada tahap-tahap di atas, dapat dilakukan asesmen(penilaian) kelas
dalam bentuk asesmen kinerja. Trespeces dalam Setiadi (2006:1) mengatakan bahwa
asesmen kinerja adalah berbagai macam tugas dan situasi di mana siswa diminta
untuk mendemonstrasikan pemahaman dan pengaplikasian pengetahuan yang mendalam,
serta ketrampilan di dalam berbagai macam konteks. Asesmen kinerja siswa
merupakan salah satu penilaian yang difokuskan pada dua aktivitas pokok, yaitu:
observasi proses saat berlangsungnya unjuk keterampilan dan penilaian hasil
cipta atau produk. Penilaian bentuk ini dilakukan dengan mengamati saat siswa
melakukan aktivitas di kelas atau menciptakan suatu hasil karya sesuai dengan
tujuan pembelajarannya.
Menurut
Popham (1995: 141) dalam Kartono (2012) penilaian terhadap kinerja siswa
setidaknya memiliki tiga sifat. Pertama, kriteria ganda (multiple
criteria) artinya kinerja siswa harus ditetapkan menggunakan lebih dari
satu kriteria. Kedua, standar kualitas yang telah dispesifikasi (prespektified
quality standards), artinya setiap kriteria yang digunakan untuk menetapkan
kinerja, secara eksplisit jelas kualitasnya. Ketiga, penaksiran
penilaian (judgmental appraisal) artinya asesmen kinerja
sesungguhnya bergantung pada keputusan penilai.
Asesmen
kinerja berkualitas baik, bila memenuhi tujuh kriteria yang dibuat oleh Popham
(1995: 147) dalam Kartono (2012). Kriteria tersebut antara lain adalah sebagai
berikut.
- Generability (keumuman), artinya kinerja peserta tes (students’ performace) dalam melakukan tugas yang diberikan tersebut sudah memadai untuk digeneralisasikan kepada tugas lain.
- Authenticity (keaslian), artinya tugas yang diberikan tersebut sudah serupa dengan apa yang sering dihadapinya dalam praktek kehidupan sehari-hari.
- Multiple foci (berfokus ganda), artinya tugas yang diberikan kepada peserta tes sudah mampu mengukur lebih dari satu kemampuan yang diinginkan.
- Teachaility (bisa tidaknya diajarkan), artinya tugas-tugas yang diberikan adalah tugas-tugas yang relevan dengan yang diajarkan guru di dalam kelas.
- Fairnes (keadilan), artinya tugas yang diberikan sudah adil untuk semua peserta tes. Jadi tugas-tugas tersebut harus sudah dipikirkan agar tidak bisa untuk semua kalangan.
- Feasibility (kepraktisan), artinya tugas-tugas yang diberikan memang relevan untuk dapat dilaksanakan mengingat faktor-faktor seperti biaya, ruang (tempat), waktu, atau peralatannya.
- Scorability (bisa tidaknya tugas tersebut diberi skor), artinya tugas yang diberikan nanti dapat diskor dengan akurat dan reliabel.
Pengamatan
unjuk kerja siswa dapat menggunakan alat atau instrumen berikut:
- Daftar Cek (Check-list)
Pengambilan
data penilaian unjuk kerja dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek
(ya-tidak). Aspek yang akan dinilai dicantumkan di dalam format
penilaian unjuk kerja. Selama melakukan pengamatan unjuk kerja peserta didik,
guru memberikan tanda (V) pada setiap aspek yang dinilai.
- Skala Penilaian (Rating Scale)
Penilaian
unjuk kerja yang menggunakan skala penilaian memungkinkan penilai memberi nilai
tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu, karena pemberian nilai secara
kontinum di mana pilihan kategori nilai lebih dari dua. Skala penilaian
terentang dari tidak sempurna sampai sangat sempurna. Misalnya: 1 = tidak
kompeten, 2 = cukup kompeten, 3 = kompeten dan 4 = sangat kompeten.
Hands-on Activity dalam
Pembelajaran Geometri Sekolah
Geometri
adalah studi tentang bentuk dan konfigurasi, yang mempunyai kesempatan besar
untuk memanfaatkan pendekatan hands on activity. Misalnya ketika
belajar tentang lingkaran, segitiga, kotak, dan lain-lain. Siswa mungkin
berfikir infomasi ini penting tetapi tidak akan perlu untuk menerapkannya ke
dalam situasi nyata. Apalagi jika disuruh menghafal bukti-bukti yang tidak
berujung dan tidak memiliki arti bagi mereka.
Kesulitan
bagi siswa dalam memahami konsep geometri terletak pada sifat abstraknya.
Guru dapat menggunakan hands on activity untuk membuat pelajaran
lebih konkret. Hal ini dapat membantu siswa dalam memvisualisasikan
konsep-konsep abstrak. Geometri sekolah dapat menjadi kegiatan menarik
jika siswa dapat berhubungan langsung dengan aplikasi kehidupan nyata, konsep
ini akan lebih bermakna daripada menghafal. Ada banyak kegiatan yang tersedia
untuk merancang rencana pembelajaran yang menarik bagi siswa dari tingkat
keterampilan apapun. Diantaranya:
Bentuk
folding
Sebuah
pelajaran pengantar yang baik pada hari pertama geometri, kegiatan ini sangat
sederhana dan cepat. Mintalah siswa menggambar dan memotong bentuk dasar,
seperti kotak, persegi panjang, lingkaran, dan segitiga. Kemudian siswa melipat
potongan gambar tersebut, ini panduan siswa untuk belajar tentang simetri.
Pi lingkaran
- Ambil gelas atau benda-benda yang berbentuk lingkaran
- Jiplaklah permukaan gelas yang merupakan keliling lingkaran pada kertas dan guntinglah jiplakan itu.
- Lipatlah jiplakan itu sedemikian rupa sehingga lipatan itu menjadi sumbu simetri lipatan, kemudian ukurlah dengan menggunakan penggaris. Hasil ini merupakan diameter lingkaran.
- Lilitkan tali mengelilingi permukaan gelas, berilah tanda pada tali tempat pertemuan ujung dan pangkalnya. Lepaskan tali dan bentangkan.
- Kemudian ukur panjang tali dengan menggunakan penggaris. Hasil ini merupakan keliling lingkaran.
- Kemudian bagilah keliling lingkaran dengan diameter untuk mendapatkan nilai pi.
Dari
kegiatan yang dilakukan dalam mencari pi lingkaran di atas, kita dapat
melakukan asesmen(penilaian) kinerja siswa menggunakan alat atau instrumen,
salah satunya menggunakan skala penilaian.
No
|
Aspek yang Dinilai
|
Bahan Diskusi
|
Kriteria
|
||
1
|
2
|
3
|
|||
Skor
|
Skor
|
Skor
|
|||
1.
|
Ketepatan dalam menentukan sumbu
simetri.
|
80-100 = tepat sekali
60-79 = tepat
40-59 = kurang tepat
|
|||
2.
|
Ketelitian dalam mengukur diameter
lingkaran.
|
80-100 = sangat teliti
60-79 =
teliti
40-59 = kurang teliti
|
|||
3.
|
Ketelitian dalam mengukur keliling
lingkaran.
|
80-100 = sangat teliti
60-79 = teliti
40-59 = kurang teliti
|
|||
4.
|
Ketelitian dalam menghitung nilai
pi.
|
80-100 = sangat teliti
60-79 = teliti
40-59 = kurang teliti
|
III. PENUTUP
Berdasarkan hasil pembahasan di atas, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
Pertama, Hands on activity merupakan
bagian dari pendekatan kontekstual yang kegiatannya melibatkan siswa untuk
menggali informasi dan bertanya, beraktivitas dan menemukan, mengumpulkan data
dan menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri. Dengan hands on activity siswa
mendapatkan pengalaman dan penghayatan terhadap konsep-konsep dalam
pembelajaran serta mendorong rasa ingin tahu siswa secara lebih mendalam.
Kedua, asesmen
kinerja siswa dapat dilakukan ketika siswa melakukan aktivitas-aktivitas pada
tahap-tahap pembelajaran kontekstual dengan hands on activity. Asesmen
kinerja siswa merupakan salah satu penilaian yang difokuskan yang difokuskan
pada dua aktivitas pokok, yaitu: observasi proses saat berlangsungnya unjuk
keterampilan dan penilaian hasil cipta atau produk
Ketiga, guru dapat
dapat membantu siswa dalam memvisualisasikan konsep-konsep pembelajaran
geometri yang abstrak menjadi lebih konkret menggunakan hands on
activity, sehingga pembelajaran geometri sekolah dapat menjadi kegiatan
menarik dan konsep pembelajaran geometri akan lebih bermakna. Ada banyak
kegiatan yang tersedia untuk merancang rencana pembelajaran yang menarik bagi
siswa dari tingkat keterampilan apapun. Guru dapat melakukan asesmen kinerja
siswa dengan mengamati kegiatan/aktivitas siswa.
REFERENSI
Kartono (2012). Hands on Activity pada Pembelajaran
Geometri Sekolah sebagai Asesmen Kinerja Siswa. Diambil pada tanggal 20
september 2012 dari http://Jurnal
Unnes.ac.id/nju/index.phd/kreano/article/download/219/228.
Amin, M. (2007). Pembelajaran Sains Kontekstual
melalui Hands on Activity. Diambil pada tanggal 26 september 2012 dari http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/09.
Abdussakir. (2009). Pembelajaran Geometri dan Teori
Van Hiele. Diambil pada tanggal 26 september 2012 dari http://abdussakir.wordpress.com/2009/01/25.
Setiadi, Hari. (2006). Penilaian Kerja. Jakarta: Pusat
Penilaian Pendidikan Balitbang Depdiknas.
Brualdi, A. (1998). Implementing Performance
Assessment in Classroom. Practical Assessment Research and Evaluation, 6(2).
Diambil pada tanggal 27 september 2012 dari http://PAREonline.net/.
Khoiliyah, Ningsih. (2006). Penerapan Hands on
Activity melalui Strategi Model STAD Berbasis Wilayah Industri dalam
Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Mind on Activity Siswa Kelas VII
SMP Negeri 3 Gresik pada Mata Pembelajaran Biologi. Diambil pada tanggal 28
september 2012 dari http://library.um.ac.id/ptk/index.php?mode=detail=32300.
http://www.scribd.com/doc/81267567//lembar-kerja-siswa-menghitung-nilai-phi diambil
pada tanggal 28 september 2012
[1] Artikel dibuat dalam
rangka pemenuhan tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Matematika dengan dosen
pengampu Prof. Dr. Kusaeri M.Pd di Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya
tahun 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar