Kamis, 26 September 2013

[Artikel Matematika] HANDS ON ACTIVITY PADA PEMBELAJARAN GEOMETRI SEKOLAH SEBAGAI ASESMEN KINERJA SISWA



HANDS ON ACTIVITY PADA PEMBELAJARAN GEOMETRI SEKOLAH SEBAGAI ASESMEN KINERJA SISWA[1]

 Oleh:
Siti Khafidhoh & Sri Rahayu
(Jurusan Pendidikan Matematika IAIN Sunan Ampel Surabaya)

I.         PENDAHULUAN
Geometri merupakan cabang matematika yang mempelajari pola-pola visual (Abdussakir : 2010). Geometri diajarkan mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, namun berdasarkan berbagai penelitian menunjukkan bahwa prestasi geometri masih rendah (Abdussakir, 2007:2 dalam  Kartono : 2012). Hasil belajar geometri sekolah terkait langsung dengan kegiatan pembelajarannya. Pembelajaran geometri akan efektif apabila kegiatan yang dilakukan sesuai dengan struktur kemampuan berpikir siswa. Menurut Teori Van Hiele tentang pembelajaran geometri, bahwa tingkat kemampuan berpikir siswa dalam belajar geometri meliputi lima tingkat , yaitu visualisasi, analisis, deduksi informal, deduksi, dan rigor. Tingkatan berpikir tersebut akan dilalui siswa secara berurutan. Kecepatan berpindah dari tingkat ke tingkat berikutnya banyak bergantung model pembelajarannya.
Suatu model pembelajaran yang direkomendasikan oleh Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) (Kartono : 2012). Pada model pembelajaran CTL memuat konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang dibahas dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Berdasarkan konsep belajar itu, memungkinkan hasil belajar lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Kegiatan siswa dalam pembelajaran tersebut diharapkan dapat berlangsung optimal apabila dilengkapi hands on activity siswa, suatu kegiatan siswa yang menunjang pembelajaran. Melalui hands on activity akan terbentuk suatu penghayatan dan pengalaman untuk menetapkan suatu pengertian, karena mampu membelajarkan secara bersama-sama kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik serta dapat memberikan penghayatan secara mendalam terhadap apa yang dipelajari, sehingga apa yang diperoleh oleh siswa tidak mudah dilupakan (Amin : 2007). Hands on activity selain sebagai komponen kegiatan pembelajaran, dapat dimanfaatkan sebagai intrumen asesmen, khususnya asesmen kinerja siswa.
Asesmen kinerja merupakan salah satu teknik penilaian kelas, yang mampu mengungkap ketiga aspek hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor. Namun berdasarkan pengamatan, belum banyak dilakukan oleh guru dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Brualdi (1988: 1), bahwa banyak keuntungan yang diperoleh melalui asesmen kinerja, namun beberapa guru masih ragu-ragu dalam mengimplementasikan dalam kelas.
Berdasarkan berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa prestasi geometri masih rendah, maka perlu disediakan aktivitas-aktivitas dalam pembelajaran geometri yang sesuai dengan tingkat berpikir siswa dalam bentuk hands on activity sebagai asesmen kinerja siswa agar dapat meningkatkan kreativitas dan motivasi untuk belajar.

II.      PEMBAHASAN

Hands on Activity sebagai Asesmen Kinerja Siswa
Hands on activity merupakan bagian dari pendekatan kontekstual dalam pembelajaran atau lebih dikenal dengan Contextual Teaching and Learning (CTL). Landasan teoritik matematika kontekstual adalah toeri konstruktivisme. Prinsip teori konstruktivismeadalah “ aktivitas selalu mendahului analisis”. Hands on activity adalah suatu kegiatan yang dirancang untuk melibatkan siswa dalam menggali informasi dan bertanya, beraktivitas dan menemukan, mengumpulkan data dan menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri. Siswa diberi kebebasan dalam mengkonstruk pemikiran dan temuan selama melakukan aktivitas sehingga siswa melakukan sendiri dengan tanpa beban, menyenangkan dan dengan motivasi yang tinggi (Amin : 2007 dalam Khoiliyah : 2006). Kegiatan ini menunjang sekali pembelajaran kontekstual dengan karakteristik sebagaimana disebutkan oleh Hatta (2003) dalam Amin (2007: 1) yaitu: kerja sama, saling menunjang, gembira, belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, menyenangkan, tidak membosankan, sharing dengan teman, siswa kritis, dan guru kreatif.
Melalui hands on activity akan mendapatkan pengalaman dan penghayatan terhadap konsep-konsep dalam pembelajaran. Selain untuk membuktikan fakta dan konsep, hands on activity juga mendorong rasa ingin tahu siswa secara lebih mendalam sehingga cenderung untuk membangkitkan siswa mengadakan penelitian untuk mendapatkan pengamatan dan pengalaman dalam proses ilmiah.
Dalam pelaksanaan hands on activity agar benar-benar efektif perlu memperhatikan beberapa hal meliputi : aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik. Zainuddin (2001) dalam Amin (2007: 3) menguraikannya sebagai berikut: ranah kognitif dapat dilatihkan dengan memberi tugas, memperdalam teori yang berhubungan dengan tugas hands on activity yang dilakukan, menggabungkan berbagai teori yang telah diperoleh, menerapkan teori yang pernah diperoleh pada masalah yang nyata. Ranah afektif dapat dilatihkan dengan cara: merencanakan kegiatan mandiri, bekerjasama dengan kelompok kerja, disiplin dalam kelompok kerja, bersikap jujur dan terbuka serta menghargai ilmunya. Ranah psikomotorik dapat dilatihkan melalui: memilih, mempersiapkan, dan menggunakan seperangkat alat atau instrumen secara tepat dan benar.
Pada artikel ini akan diberikan tahap-tahap tentang pembelajaran kontekstual dengan hands on activity ( Amin : 2007):
·         Tahap Persiapan
Yang dimaksud persiapan dalam hal ini adalah melakukan identifikasi semua keperluan yang akan digunakan dalam pembelajaran.
·         Tahap Pelaksanaan
Praktikum konstektual dilakukan secara in situ (langsung di lapangan) yang bertujuan untuk membangkitkan motivasi siswa yang ditunjukkan dalam aktivitas mereka selama melakukan pengamatan. Praktikum in situ dilakukan untuk pengamatan langsung.
·         Penutup
Dalam tahap ini siswa membuat rangkuman hasil pengamatan.

Dalam aktivitas pada tahap-tahap di atas, dapat dilakukan asesmen(penilaian) kelas dalam bentuk asesmen kinerja. Trespeces dalam Setiadi (2006:1) mengatakan bahwa asesmen kinerja adalah berbagai macam tugas dan situasi di mana siswa diminta untuk mendemonstrasikan pemahaman dan pengaplikasian pengetahuan yang mendalam, serta ketrampilan di dalam berbagai macam konteks. Asesmen kinerja siswa merupakan salah satu penilaian yang difokuskan pada dua aktivitas pokok, yaitu: observasi proses saat berlangsungnya unjuk keterampilan dan penilaian hasil cipta atau produk. Penilaian bentuk ini dilakukan dengan mengamati saat siswa melakukan aktivitas di kelas atau menciptakan suatu hasil karya sesuai dengan tujuan pembelajarannya.
Menurut Popham (1995: 141) dalam Kartono (2012) penilaian terhadap kinerja siswa setidaknya memiliki tiga sifat. Pertama, kriteria ganda (multiple criteria) artinya kinerja siswa harus ditetapkan menggunakan lebih dari satu kriteria. Kedua, standar kualitas yang telah dispesifikasi (prespektified quality standards), artinya setiap kriteria yang digunakan untuk menetapkan kinerja, secara eksplisit jelas kualitasnya. Ketiga, penaksiran penilaian (judgmental appraisal) artinya asesmen kinerja sesungguhnya bergantung pada keputusan penilai.
Asesmen kinerja berkualitas baik, bila memenuhi tujuh kriteria yang dibuat oleh Popham (1995: 147) dalam Kartono (2012). Kriteria tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
  1. Generability (keumuman), artinya kinerja peserta tes (students’ performace) dalam melakukan tugas yang diberikan tersebut sudah memadai untuk digeneralisasikan kepada tugas lain.
  2. Authenticity (keaslian), artinya tugas yang diberikan tersebut sudah serupa dengan apa yang sering dihadapinya dalam praktek kehidupan sehari-hari.
  3. Multiple foci (berfokus ganda), artinya tugas yang diberikan kepada peserta tes sudah mampu mengukur lebih dari satu kemampuan yang diinginkan.
  4. Teachaility (bisa tidaknya diajarkan), artinya tugas-tugas yang diberikan adalah tugas-tugas yang relevan dengan yang diajarkan guru di dalam kelas.
  5. Fairnes (keadilan), artinya tugas yang diberikan sudah adil untuk semua peserta tes. Jadi tugas-tugas tersebut harus sudah dipikirkan agar tidak bisa untuk semua kalangan.
  6. Feasibility (kepraktisan), artinya tugas-tugas yang diberikan memang relevan untuk dapat dilaksanakan mengingat faktor-faktor seperti biaya, ruang (tempat), waktu, atau peralatannya.
  7. Scorability (bisa tidaknya tugas tersebut diberi skor), artinya tugas yang diberikan nanti dapat diskor dengan akurat dan reliabel.

Pengamatan unjuk kerja siswa dapat menggunakan alat atau instrumen berikut:
  • Daftar Cek (Check-list)
Pengambilan data penilaian unjuk kerja dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek  (ya-tidak). Aspek yang akan dinilai dicantumkan di dalam format penilaian unjuk kerja. Selama melakukan pengamatan unjuk kerja peserta didik, guru memberikan tanda (V) pada setiap aspek yang dinilai.
  • Skala Penilaian (Rating Scale)
Penilaian unjuk kerja yang menggunakan skala penilaian memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu, karena pemberian nilai secara kontinum di mana pilihan kategori nilai lebih dari dua. Skala penilaian terentang dari tidak sempurna sampai sangat sempurna. Misalnya: 1 = tidak kompeten, 2 = cukup kompeten, 3 = kompeten dan 4 = sangat kompeten.

Hands-on Activity dalam Pembelajaran Geometri Sekolah
Geometri adalah studi tentang bentuk dan konfigurasi, yang mempunyai kesempatan besar untuk memanfaatkan pendekatan hands on activity.  Misalnya ketika belajar tentang lingkaran, segitiga, kotak, dan lain-lain. Siswa mungkin berfikir infomasi ini penting tetapi tidak akan perlu untuk menerapkannya ke dalam situasi nyata. Apalagi jika disuruh menghafal bukti-bukti yang tidak berujung dan tidak memiliki arti bagi mereka.
Kesulitan bagi siswa dalam memahami konsep geometri terletak pada sifat abstraknya.  Guru dapat menggunakan  hands on activity untuk membuat pelajaran lebih konkret. Hal ini dapat membantu siswa dalam memvisualisasikan konsep-konsep abstrak. Geometri sekolah dapat menjadi kegiatan menarik  jika siswa dapat berhubungan langsung dengan aplikasi kehidupan nyata, konsep ini akan lebih bermakna daripada menghafal. Ada banyak kegiatan yang tersedia untuk merancang rencana pembelajaran yang menarik bagi siswa dari tingkat keterampilan apapun. Diantaranya:

Bentuk folding
Sebuah pelajaran pengantar yang baik pada hari pertama geometri, kegiatan ini sangat sederhana dan cepat. Mintalah siswa menggambar dan memotong bentuk dasar, seperti kotak, persegi panjang, lingkaran, dan segitiga. Kemudian siswa melipat potongan gambar tersebut, ini panduan siswa untuk belajar tentang simetri.

Pi lingkaran
  1. Ambil gelas atau benda-benda yang berbentuk lingkaran
  2. Jiplaklah permukaan gelas yang merupakan keliling lingkaran pada kertas dan guntinglah jiplakan itu.
  3. Lipatlah jiplakan itu sedemikian rupa sehingga lipatan itu menjadi sumbu simetri lipatan, kemudian ukurlah dengan menggunakan penggaris. Hasil ini merupakan diameter lingkaran.
  4. Lilitkan tali mengelilingi permukaan gelas, berilah tanda pada tali tempat pertemuan ujung dan pangkalnya. Lepaskan tali dan bentangkan.
  5. Kemudian ukur  panjang tali dengan menggunakan penggaris. Hasil ini merupakan keliling lingkaran.
  6. Kemudian bagilah keliling lingkaran dengan diameter untuk mendapatkan nilai pi.
Dari kegiatan yang dilakukan dalam mencari pi lingkaran di atas, kita dapat melakukan asesmen(penilaian) kinerja siswa menggunakan alat atau instrumen, salah satunya menggunakan skala penilaian.
No
Aspek yang Dinilai
Bahan Diskusi
Kriteria
1
2
3
Skor
Skor
Skor
1.
Ketepatan dalam menentukan sumbu simetri.



80-100 =  tepat sekali
60-79  =  tepat
40-59  =  kurang tepat
2.
Ketelitian dalam mengukur diameter lingkaran.



80-100 =  sangat teliti
60-79  =  teliti        
40-59  =  kurang teliti
3.
Ketelitian dalam mengukur keliling lingkaran.



80-100 =  sangat teliti
60-79  =  teliti
40-59  =  kurang teliti
4.
Ketelitian dalam menghitung nilai pi.



80-100 =  sangat teliti
60-79  =  teliti
40-59  =  kurang teliti
                                                                                                                                  
III.   PENUTUP

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Pertama, Hands on activity merupakan bagian dari pendekatan kontekstual yang kegiatannya melibatkan siswa untuk menggali informasi dan bertanya, beraktivitas dan menemukan, mengumpulkan data dan menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri. Dengan hands on activity siswa mendapatkan pengalaman dan penghayatan terhadap konsep-konsep dalam pembelajaran serta mendorong rasa ingin tahu siswa secara lebih mendalam.
Kedua, asesmen kinerja siswa dapat dilakukan ketika siswa melakukan aktivitas-aktivitas pada tahap-tahap pembelajaran kontekstual dengan hands on activity. Asesmen kinerja siswa merupakan salah satu penilaian yang difokuskan yang difokuskan pada dua aktivitas pokok, yaitu: observasi proses saat berlangsungnya unjuk keterampilan dan penilaian hasil cipta atau produk
Ketiga, guru dapat dapat membantu siswa dalam memvisualisasikan konsep-konsep pembelajaran geometri yang abstrak menjadi lebih konkret menggunakan  hands on activity, sehingga pembelajaran geometri sekolah dapat menjadi kegiatan menarik dan konsep pembelajaran geometri akan lebih bermakna. Ada banyak kegiatan yang tersedia untuk merancang rencana pembelajaran yang menarik bagi siswa dari tingkat keterampilan apapun. Guru dapat melakukan asesmen kinerja siswa dengan mengamati kegiatan/aktivitas siswa.

REFERENSI

Kartono (2012). Hands on Activity pada Pembelajaran Geometri Sekolah sebagai Asesmen Kinerja Siswa. Diambil pada tanggal 20 september 2012 dari http://Jurnal Unnes.ac.id/nju/index.phd/kreano/article/download/219/228.
Amin, M. (2007). Pembelajaran Sains Kontekstual melalui Hands on Activity. Diambil pada tanggal 26 september 2012 dari http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/09.
Abdussakir. (2009). Pembelajaran Geometri dan Teori Van Hiele. Diambil pada tanggal 26 september 2012 dari http://abdussakir.wordpress.com/2009/01/25.
Setiadi, Hari. (2006). Penilaian Kerja. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Depdiknas.
Brualdi, A. (1998). Implementing Performance Assessment in Classroom. Practical Assessment Research and Evaluation, 6(2). Diambil pada tanggal 27 september 2012 dari http://PAREonline.net/.
Khoiliyah, Ningsih. (2006). Penerapan Hands on Activity melalui Strategi Model STAD Berbasis Wilayah Industri dalam Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Mind on Activity Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Gresik pada Mata Pembelajaran Biologi. Diambil pada tanggal 28 september 2012 dari http://library.um.ac.id/ptk/index.php?mode=detail=32300.


[1] Artikel dibuat dalam rangka pemenuhan tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Matematika dengan dosen pengampu Prof. Dr. Kusaeri M.Pd di Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar