PENILAIAN LITERASI MATEMATIKA DALAM
STUDI PISA[1]
Oleh:
Qomaroh
(D04209046) & Umi Hanik (D04209062)
(Jurusan Pendidikan Matematika
IAIN Sunan Ampel Surabaya)
I. PENDAHULUAN
Dalam
pembelajaran matematika di Indonesia dewasa ini masalah yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari hanya digunakan untuk mengaplikasikan konsep dan kurang
digunakan sebagai sumber inspirasi penemuan atau pembentukan konsep. Akibatnya,
antara matematika di kelas dengan di luar kelas (dalam kehidupan sehari-hari)
seolah-olah terpisah, sehingga siswa kurang memahami konsep. (I Gusti Putu
Suharta:2002). Keadaan seperti itu tidak sejalan dengan karakteristik dari
soal-soal pada PISA yang substansinya konseptual, menurut penalaran dan
kreativitas dalam menyelesaikannya. (Instrumen Belajar Matematika SMP:Belajar
dari TIMS dan PISA:2011)
Dalam modul Assessing
Scientific, Reading and Mathematical Literacy oleh rue Andre’- Pascal
(2006) disebutkan bahwa :
“PISA (Programme for
International Student Assessment) is represents a commitment by the governments
of OECD member countries to monitor the outcomes of education systems in terms
of students achievement, within a common International framework.
Pada laporan
yang lain yang disusun oleh Susanne Salz dan Diana Toledo Figueroa yang brtajuk
“Take the Test: Sample Question from OECD’s PISA Assessments”, juga
disebutkan bahwa :
PISA tests 15-year-old students in
reading, mathematics and science as well as measuring a wider range of factors
including students’ interest, attitudes and motivation. The assessment focuses
on young people‘s ability to use their knowledge and skills to meet real-life
challenges, rather than merely on the extent to which they have mastered a
specific school curriculum. This approach is called ‘literacy’
Dari sana
dapat kita ketahui bahwa terdapat tiga macam Literasi yang ada pada soal-soal
PISA. Disini penulis mengkerucutkan pembahasan pada “Penilaian Literasi
Matematika dalam Studi PISA”.
II. PEMBAHASAN
Sesuai
dengan yang telah disinggung pada bab pendahuluan dan hasil rangkuman kami dari
bebagai literatur resmi OECD, maka : “PISA (Programme for International
Student Assessment) adalah Studi tentang program penilaian siswa
tingkat Internasional yang diselenggarakan oleh Organisation for Economic
Cooperation and Development (OECD) atau Organisasi untuk kerjasama ekonomi dan
pembangunan. PISA bertujuan untuk menilai sejauh mana siswa yang duduk di akhir
tahun pendidikan dasar (dengan usia 15 tahun) telah menguasai pengetahuan dan
keterampilan yang penting untuk dapat berpartisipassi sebagai warga Negara atau
anggota masyarakat yang membangun dan bertanggung jawab. Hal – hal yang dinilai
dalam studi PISA meliputi literasi matematika, literasi membaca dan literasi
sains.”
Literasi
sering dihubungkan dengan huruf atau aksara. Literasi merupakan serapan dari
kata dalam bahasa Inggris ‘literacy’, yang artinya kemampuan untuk
membaca dan menulis. Pada masa lalu dan juga masa sekarang, kemampuan membaca
atau menulis merupakan kompetensi utama yang sangat dibutuhkan dalam melakukan
kegiatan sehari-hari. Tanpa kemampuan membaca dan menulis, komunikasi antar
manusia sulit berkembang ke taraf yang lebih tinggi (Wardhani : 2011).
Fletcher-Campbell et al. (2009) mengatakan bahwa literasi itu adalah sebuah
konsep yang kompleks sehingga untuk mendapatkan kemampuan ini diperlukan proses
yang juga rumit. Gagasan umum dari literasi tersebut diserap dalam
bidang-bidang yang lain, dan salah satu bidang yang menyerapnya adalah bidang
matematika, sehingga muncul istilah literasi matematis.
Menurut
Kusumah (2012), literasi matematis adalah kemampuan menyusun serangkaian
pertanyaan (problem posing), merumuskan, memecahkan, dan menafsirkan
permasalahan yang didasarkan pada konteks yang ada. Hal tersebut tidak berbeda
dengan pendapat Isnaini (2010) yang mengartikan literasi sebagai kemampuan
peserta didik untuk dapat mengerti fakta, konsep, prinsip, operasi dan
pemecahan matematika.
Definisi
literasi matematika menurut draft assessment framework PISA 2012:
Mathematical literacy is an individual’s capacity to
formulate, employ, and
interpret mathematics in a variety of contexts. It includes reasoning mathematically
and using mathematical concepts, procedures, facts, and tools to
describe, explain, and predict phenomena. It assists individuals to recognise
the role that mathematics plays in the world and to make the well-founded
judgments and decisions needed by constructive, engaged and reflective
citizens.
Berdasarkan
definisi tersebut, Literasi matematika diartikan sebagai kemampuan seseorang
untuk merumuskan, menerapkan dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks,
termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep,
prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan atau memperkirakan
fenomena / kejadian. Literasi matematika membantu seseorang untuk memahami
peran atau kegunaan matematika di dalam kehidupan sehari-hari sekaligus
menggunakannya untuk membuat keputusan-keputusan yang tepat sebagai warga
negara yang membangun, peduli dan berpikir.
Sejalan
dengan hal itu, Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Mata
Pelajaran Matematika lingkup pendidikan dasar menyebutkan bahwa mata pelajaran
matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
- Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
- Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
- Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
- Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
- Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Jika kita
membandingkan antara pengertian literasi matematika dengan tujuan mata
pelajaran matematika pada Standar Isi tersebut tampak adanya kesesuaian atau
kesepahaman. Tujuan yang akan dicapai dalam permendiknas tersebut merupakan
literasi matematika. Perhatikan bahwa kemampuan dalam tujuan mata pelajaran
matematika menurut Standar Isi Mata Pelajaran Matematika pada intinya adalah
juga kemampuan yang dikenal sebagai literasi matematika.
Tiga
komponen besaryangdi identifikasi pada studi PISA berdasarkan PISA 2012 Draft
Mathematics Framework, yaitu konten, proses dan konteks. Komponen konten
dalam studi PISA dimaknai sebagai isi atau materi atau subjek matematika
yang dipelajari di sekolah.
Komponen
proses dalam studi PISA dimaknai sebagai hal-hal atau langkah-langkah seseorang
untuk menyelesaikan suatu permasalahan dalam situasi atau konteks tertentu
dengan menggunakan matematika sebagai alat sehingga permasalahan itu dapat
diselesaikan.
Komponen
ketiga yang diidentifikasi dalam studi PISA adalan komponen konteks. Komponen
konteks dalam studi PISA dimaknai sebagai situasi yang tergambar dalam
suatu permasalahan.
Sedangkan
pada soal-soal PISA yang berhubungan dengan Literasi matematika terbagi menjadi
50 soal dengan materi pembahasan yang berbeda. Dari sekian banyak soal itu,
kami akan menyajikan contoh soal matematika dalam studi PISA. Soal-soal berikut
diterjemahkan dari PISA 2012 Draft Mathematics Framework. Setiap soal
dalam PISA diberi judul tertentu yang menggambarkan permasalahan utama yang
ditanyakan.
Soal tersebut menguji tiga komponen seperti berikut
ini :
Konten
|
Perubahan dan keterkaitan Ruang
dan bentuk
|
Konteks
|
Mampu menerapkan konsep, fakta,
prosedur dan penalaran dalam matematika
|
Proses
|
Personal
|
Pada soal
tersebut, siswa dituntut untuk mampu memahami maksud soal, kemudian mampu
menghitung luas atau besarnya satu pizza, besarnya pizza yang diperoleh dengan
harga 1 zed atau harga setiap cm2 pizza dalam zed, dan menyimpulkan
pizza mana yang harganya lebih murah. Untuk pizza yang kecil (diameter 30 cm)
luasnya adalah 225p cm2 dan harganya 30 zed, sehingga untuk
setiap 1 zed didapatkan pizza seluas 225p: 30 = 7,5p atau seluas 23.6 cm2.
Untuk pizza yang besar (diameter 40 cm), luasnya adalah 400pcm2 dan
harganya 40 zed, sehingga untuk setiap 1 zed didapatkan pizza seluas 400pcm2:
40= 10p cm2 atau seluas 31,4 cm2. Kesimpulannnya : Pada
pizza yang kecil, dengan uang 1 zed dapat dimiliki pizza seluas 23,6 cm2.
Pada pizza yang besar, dengan uang 1 zed dapat dimiliki pizza seluas 31,4 cm2
. Oleh karena itu pizza yang besar lebih murah dari pizza yang kecil.
Tujuan
pertanyaan tersebut untuk menerapkan pemahaman tentang luas dan nilai uang
melalui suatu masalah. Dari seluruh siswa di dunia yang mengikuti tes, hanya
11% yang menjawab benar. Oleh karenanya soal ini dinilai sebagai salah satu
diantara soal yang sulit. Kemungkinan penyebab hal itu adalah banyaknya konten
matematika yang termuat di dalamnya, antara lain: kemampuan menghitung luas
lingkaran, melakukan operasi hitung perkalian dan pembagian bilangan bulat, dan
membandingkan dua bilangan pecahan. Kemungkinan penyebab lain adalah siswa
kurang terbiasa melakukan proses pemecahan masalah dengan benar, yaitu dengan
tahapan memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan
pemecahan masalah dan mengecek hasil pemecahan masalah. Pada soal tersebut
sebenarnya konteks masalah tampak sederhana dan tidak membutuhkan kemampuan
membaca yang tinggi, namun bila siswa tidak dibiasakan untuk memecahkan masalah
dengan tahapan proses yang benar maka siswa akan cenderung mengalami kesulitan
dalam menyelesaikan soal tersebut.
III. PENUTUP
PISA sudah
berjalan lima kali terhitung mulai tahun 2000 sampai sekarang. Namun apa yang
terjadi di Indonesia, banyak yang masih belum tau tentang hal itu. Tidak salah
jika selama ini Indonesia selalu menduduki peringkat 10 besar di dunia dari
belakang. Hal itu merupakan cambukan pahit bagi para calon guru, guru, dosen dan
professor matematika di Indonesia.
Untuk
memperbaiki kenyataan seperti itu dibutuhkan keseriusan dari berbagai pihak
untuk merubah bentuk pembelajaran matematika di Indonesia menjadi lebih
konseptual, menurut penalaran dan kreativitas dari masing-masing murid. Dimulai
dari jenjang Sekolah Dasar dan seterusnya, sehingga Indonesia nantinya bukan
hanya mampu bersaing dalam PISA saja, namun Ilmuwan matematika Indonesia mampu
bersaing dengan Ilmuwan dunia tanpa harus angkat kaki dari negeri pusaka.
REFERENSI
I Gusti Putu Suharta., 2002. Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia (PMRI): Pengembangan dan Pengimplementasiak Prototipe I dan
II Topik Pecahan. Jurnal Matematika Universitas Negeri Malang.
Salz Susanne dan Diana Toledo Figueroa,.2009.Take
the Test: Sample Question from OESD’s PISA Assessments. ISBN
978-92-64-05080-8
Depdiknas . 2006. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas
Fletcher-Campbell, Felicity, Janet Soler & Gavin
Reid. (2009). Approaching Difficulties in Literacy Development: Assessment,
Pedagogy and Programmes. London: SAGE Publications Ltd.
Isnaini, N. T. (2010). Membina Lomba Melek
Matematika di Sekolah. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan
dalam rangka Ulang Tahun Emas UNSRI di Palembang, 16 Oktober 2010
Kusumah, Y. S. (2012). Literasi Matematis.
Disajikan pada Seminar Nasional Matematika, Universitas Bandar Lampung
OECD. 2010. Draft PISA 2012 Assessment Framework diunduh
dari http://www.oecd.org/dataoecd/61/15/46241909.pdf pada
tanggal 29 November 2012.
Pascal, rue Andre’,. 2006. Assessing Scientific,
Reading and Mathematical Literacy. OECD Publications :75775 PARIS CEDEX 16
Wardhani, Sri dan Rumiati. (2011). Instrumen
Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP : Belajar dari PISA dan TIMSS.
Yogyakarta : Kementrian Pendidikan Nasional
[1] Artikel dibuat dalam
rangka pemenuhan tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Matematika dengan dosen
pengampu Prof. Dr. Kusaeri M.Pd di Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya
tahun 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar